Monday, August 17, 2009

Hukum Duduk Di Pinggir Jalan

Monday, August 17, 2009 0

Pada dasarnya Islam memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melakukan kegiatan apapun, selama kegiatan yang dilakukan itu tidak membahayakan pelaku dan orang lain ataupun lingkungannya. Sebagaimana juga dihalalkannya segala sesuatu yang ada di bumi ini untuk dimakan, selama sesuatu itu tidak membahayakan atau ada dalil yang mengharamkannya.

Adapun kebiasaan para muda yang nongkrong di ruas-ruas jalan dengan berbagai macam atributnya adalah boleh saja untuk dilakukan. Asal mampu melaksanakan kewajiban dan mampu memberikan hak pengguna jalan, diantaranya tidak mengganggu pengguna jalan, dan dapat memberikan manfaat, serta tidak melihat wanita yang sedang berjalan yang bukan mahromnya.

Sebagaimana dikisahkan, Nabi Muhammad SAW pernah mengingatkan kepada orang-orang yang sering duduk di pinggir-pinggir jalan, beliau bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ فِي الطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا بُدٌّ مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّهُ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ

Hati-hati kalian jangan duduk-duduk di pinggir jalan”. Maka mereka menjawab, “Ya Rasulullah kami tidak bisa menghindarinya, kami hanya bercakap-cakap saja”. Maka Nabi menjawab, “ Jika kamu memang harus duduk, maka berikanlah hak-haknya jalan, yaitu; memejamkan mata dari pada yang haram, jangan mengganggu orang yang berjalan, menjawab salam, mengajak orang berbuat baik, mencegah orang berbuat kemungkaran,”.(HR Muslim. 3960)

Adapun fenomena yang dilakukan pemuda saat ini justru sebaliknya, mereka mengganggu jalan dan cenderung menciptakan konflik dengan para pejalan yang lain. Bahkan berkumpulnya mereka ini jadikan ajang untuk ngobrol, hibah kesana kemari atau berbicara yang tidak ada manfaatnya. Tempat yang mereka pilih untuk nongkrong adalah tempat yang ramai dilalui para pejalan kaki dan tak jarang wanita yang lewat digoda.

Perkumpulan yang mereka adakan tidak ada maksud untuk saling menyebarkan atau menjawab salam. Sehingga yang terjadi tidak ada ‘amar-ma’ruf dan nahi-munkar, namun justru sebaliknya. Dengan demikian, maka hukumnya adalah tidak dibenarkan dalam agama.

Sementara itu, dalam pandangan Islam masa muda adalah masa yang sangat urgen dalam jenjang kehidupan manusia., karenanya harus lebih bijak dalam menggunakannya. Pemuda tidak hanya dituntut untuk menghindari perbuatan yang tidak baik, namun lebih dari itu, seorang pemuda harus mampu menentukan pilihan terhadap sesuatu hal yang terbaik dari yang baik. Perbuatan yang lebih memberikan manfaat baginya dan juga bagi kepentingan agamanya serta menambah kekuatan dan keteguhan imannya. Sebab masa muda adalah waktu yang tepat untuk digunakan dengan memperbanyak segala macam kegiatan yang positif, karena masih didukung dengan kondisi tubuh masih prima. Karenanya, masa muda merupakan masa puncaknya kekuatan manusia, jika telah berlalu masa muda, maka berlalu pula kekuatannya, dan tidak akan dijumpai kekuatan itu lagi kecuali masa tua yang penuh dengan kekurangan dan kelemahan.

Sebagaimana dicontohkan sekelompok pemuda Ashabul-Kahfi yang begitu kuat untuk menjaga agama dan imannya, mereka masuk ke dalam gua demi untuk menghindari pengaruh masyarakatnya yang telah banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar agama. Dikisahkan dalam Alquran (QS.18:10):

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدً

(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”

Begitu juga ketika di masa muda, Nabi Ibrahim berani untuk melakukan penghancuran terhadap berhala-berhala, demi mewujudkan ke-ESA-an Tuhannya, ini adalah suatu perbuatan yang sangat tinggi nilai keluhurannya, meskipun perbuatan yang dilakukan itu berdampak terhadap terancamnya keselamatan jiwanya. Firman Allah SWT dalam Aquran (QS.21:58-60):

فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآَلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ

Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: “Siapakah yang melakukan perbuatan Ini terhadap tuhan-tuhan kami, Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.” Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala Ini yang bernama Ibrahim “.

Dalam sejarah juga dibuktikan bahwa diantara orang-orang yang pertama kali masuk Islam (Assabiqun Alawwalun) adalah para pemuda. Diantaranya adalah seorang saudagar kaya yang relatif masih muda, dialah Abu Bakar Ra. yang pada saat itu berusia 38 tahun, bahkan ada yang jauh lebih muda, Ali Bin Abi Thalib Ra. yang merupakan sepupu Nabi yang masih berusia 10 tahun. Dan masih banyak pemuda-pemuda yang lain yang juga turut berjuang bersama Nabi dalam permulaan Islam yang tidak mungkin disebutkan semua dalam rubrik yang singkat ini. Peran pemuda-pemuda inilah yang membantu dakwah Nabi dalam menyebarkan agama Islam pertama kali di muka bumi ini.

Oleh sebab itu, jika kita mau menilik kekuatan Islam di masa-masa awal, sebenarnya terletak pada pemudanya. Sedang yang terjadi dewasa ini, justru keadaannya tidak demikian, bahkan mereka lebih akrab dengan budaya-budaya yang tidak ada hubungannya, bahkan bertentangan dengan Islam.

Selain itu karena memang ada usaha-usaha dari musuh-musuh Islam, dengan sengaja menjauhkan pemuda-pemuda kita dari pada ajaran Islam, dengan tujuan untuk mengahancurkan Islam, sehingga umat Islam tidak memiliki power, meskipun jumlah umat Islam sangat banyak. Adapun salah satu “senjata” yang digunakan oleh musuh-musuh Islam dan cukup efektif pengaruhnya terhadap pemuda-pemuda Islam diantaranya adalah tayangan-tayangan di televisi, yang cenderung untuk ditiru, karena memang dikemas dengan baik sehingga menarik perhatian pemuda-pemuda kita.

Maka langkah-langkah yang perlu dilakukan agar pemuda-pemuda kita memiliki prinsip yang kuat dan tidak mudah terpengaruh terhadap budaya yang negatif diantaranya; tentunya melarang kepada pemuda-pemuda kita dari pada menyaksikan tayangan-tayangan televisi yang tidak mendidik. Untuk hal ini, lebih jauh lagi khusus bagi orang tua, hendaknya bentuk larangan ini dan juga bentuk pendidikan-pendidikan positif yang lain harusnya mulai diberikan sebelum mereka menginjak masa remaja atau dewasa. Pendidikan yang diberikan sejak dini kepada anak, akan membuat anak menjadi terbiasa, sehingga pendidikan ini akan membentuk karakter yang kuat ketika anak menginjak masa remaja atau dewasa.

Sejalan dengan itu, pendidikan tentang ajaran Islam juga harus didahulukan dan termasuk yang utama yang harus diberikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Dengan demikian, anak bisa memahami dan meyakini tentang kebenaran ajaran Islam dan juga menyadari tentang pentingnya untuk melaksanakan dengan benar terhadap ajaran Islam. Sebab, jika seseorang tidak tahu tentang sesuatu hal, maka dia akan cenderung menilai sesuatu itu sesuai dengan selera dan pemahamannya sendiri, semisal jika seseorang tidak tahu bahwa, obat yang pahit dan suntikan yang sakit itu sebenarnya bermanfaat untuk menyembuhkan penyakitnya, maka dia tidak akan mau minum obat dan akan menolak untuk disuntik. Dalam memahami ajaran Islam juga demikian, jika seseorang tidak memahami makna ajaran Islam dengan tepat, maka akan dianggapnya ajaran Islam adalah suatu ajaran yang “pahit” dan “menyakitkan”.

Berbeda ketika permulaan masa Islam dahulu, jika ada orang musyrik jahiliyah yang tertarik kepada Islam dan masuk kepada agama Islam, maka dia akan menjadi pemeluk Islam yang baik dan meyakini tentang kebenaran ajarannya, karena dia berusaha untuk memahami Islam dengan sebenarnya. Namun sekarang keadaanya terbalik, umat Islam sekarang berperilaku seperti jahiliyah, yang tidak meyakini tentang kebenaran ajaran Islamnya, bahkan tidak pernah terlintas keinginan dalam hatinya, atau paling tidak meluangkan waktunya untuk mempelajari dan memahami dengan benar tentang ajaran Islam. Sehingga perlu untuk disadarkan kepada umat Islam tentang pentingnya mempelajari ajaran yang dianutnya, agar tidak terpengaruh dengan persepsi orang atau kelompok yang tidak benar dalam memahami Islam itu sendiri.

Hukum aborsi sebagai berikut

aborsi1

  • Jika dilakukan sebelum ditiupkan pada janin ruh (sebelum 120 hari dari kehamilan)berarti masih berbentuk gumpalan darah (‘alaqah) atau gumpalan daging (mudghoh), menurut Imam Romli dan sebagian besar ulama’ diperbolehkan, tetapi menurut Ibn ‘Imad haram.
  • Jika dilakukan setelah ditiupkan ruh, maka hukumnya haram sebab membinasakan jasad yang mempunyai ruh dikategorikan sebagai pembunuhan.
  • Menurut Imam Al-Ghozali haram secara mutlak (baik sebelum ditiupkan ruh atau setelahnya).MySpace

Akan tetapi jika dilakukan karena takut tidak mampu memberi makan/biaya hidup pada anak, maka haram. Selain itu hukum aborsi di atas jika prosesnya dilakukan dengan minum obat atau yang lainnya. Namun jika prosesnya dengan cara di-kiret (dibersihkan rahim secara langsung), maka boleh jika dalam keadaan darurat dan haram jika bukan darurat dikarenakan adanya membuka aurat.MySpace


Sunday, August 16, 2009

Sejarah Wali Songo / Sembilan

Sunday, August 16, 2009 0
1.Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
2.Sunan Ampel atau Raden Rahmat
3.Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
4.Sunan Drajat atau Raden Qasim
5.Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq
6.Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
7.Sunan Kalijaga atau Raden Said
8.Sunan Muria atau Raden Umar Said
9.Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah


1.MAULANA MALIK IBRAHIM

Maulana Malik Ibrahim, dikenal juga dengan sebutan Maghribi atau Syekh Maghribi. Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau telah berjasa kepada masyarakat. Karena beliaulah yang mula pertama memasukkan islam ke tanah Jawa. Sehingga berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau jawa yang kebanyakan masih beragama Hindu dan Buddha di kala itu, akhirnya mulai banyak memeluk agama Islam. Adapun dari kalangan orang-orang Hindu, hanya dari kasta-kasta Waisya dan Syudra yang dapat di ajak memeluk agama Islam. Sedang dari kasta-kasta Brahmana dan Ksatria pada umumnya tidak suka memeluk Islam, bahkan tidak sedikit dari kalangan Brahmana yang lari sampai ke pulai Bali, serta menetap disanalah mereka akhirnya mempertahankan diri hinggga sekarang, dan agama mereka kemudian dikenal dengan sebutan agama Hindu Bali. Apabila dikalangan kaum Brahmana dan Ksatria tidak suka masuk agama Islam, hal itu mudah dimengerti karena bagi mereka tentunya agak berat untuk duduk sejajar bersama-sama dengan kaum Waisya dan Syudra yang selama ini mereka hina.
Sudah barang tentu dengan adanya konsepsi Islam yang radikal dan revoulsioner dalam bidang sosial, sukar sekali untuk diterima dengan kedua belah tangan terbuka oleh mereka. Sebab bukankah meerka selama ini telah didewa-dewakan, tiba-tiba turun tahta, duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bekas hamba sahaya mereka, rakyat jelata yang selama ini telah memuja serta mendewa-dewakan mereka.
Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa didaerah Jawa Timur. Dari sanalah dia memulai menyingsingkan lengan bajunya, berjuang untuk mengembangkan agama Islam. Adapun caranya pertama-tama ialah dengan jalam mendekati pergaulan dengan anak negeri. Dengan budi bahasa yang ramah tamah serta ketinggian akhlak, sebagaimana diajarkan oleh Islam, hal itu senantiasa diperlihatkannya didalam pergaulan sehari-hari. Beliau tidak menentang secara tajam kepada agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli. Begitu pula beliau tidak menentang secara spontan terhadap adat istiadat yang ada serta berlaku dalam masyarakat kita yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha itu, melainkan beliau hanya memperlihatkan kaindahan dan ketinggian ajaran-ajaran dan didikan yang dibawa oleh Islam. Berkat keramah tamahannya serta budi bahasa dan pergaulannya yang sopan santun itulah, banyak anak negeri yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Untuk mempersiapkan kadur ummat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan guna menegakkan ajaran-ajaran Islam di tanah air kita, maka dibukanyalah pesantren-pesantren yang merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta menggembleng para siswa sebagai calon mubaligh Islam untuk masa depan. Bertambah banyak orang yang masuk Islam, bertambah berat pula tugas dan pekerjaannya. tentu saja orang-orang itu tidak dibiarkan begitu saja. Mereka harus diberi didikan dan penerangan secukupnya sehingga keimanannya menjadi kuat dan keyakinannya menjadi kokoh.
Di dalam usaha yang sedemikian itu, beliau kemudian menerima tawaran dari raja negeri Cheermen, raja Cheermen itu sangat berhajat untuk meng-Islam-kan raja Majapahit yang masih beragama Hindu.
Seperti ternyata kemudian, dari hasil didikannya akhirnya tersebar diseluruh penjuru tanah air mubaligh-mubaligh islam yang dengan tiada jemu-jemunya menyiarkan ajaran-ajaran agamanya.
Dalam riwayat dikatakan, bahwa maulana maghribi itu adalah keturunan dari Zainul Abidin Bin Hassan Bin Ali ra, keterangan ini menurut buku karangan Sir Thomas Stamford Raffles.
Sebagaimana diketahui, Stamford Raffles (1781-1826) adalah seorang ahli politik Inggris, serta bekas letnan Gubernur Inggris ditanah Jawa dari tahun 1811-1816 M. Adapun bukunya yang terkenal mengenai tanah Jawa adalah : "History of Java" yang ditulisnya pada tahun 1817 M.
Mengenai filsafat Ketuhannya, diantaranya Syekh Maulana Malik Ibrahim pernah mengatakan apakah yang dinamakannya Allah itu ? ujarnya "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan adanya,...............?
Menurut setengah riwayat mengatakan, bahwa beliau berasal dari Persia. Bahkan dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim beripar dengan raja di negeri Cheermen. Mengenai letak negeri Cheermen itu terletak di Hindustan, sedangkan ahli sejarah yang lain mengatakan bahwa letaknya Cheermen adalah di Indonesia.
Adapun mengenai nama kedua orang tuanya, kapan beliau dilahirkan serta dimana, dalam hal ini belum diketahui dengan pasti. ada yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Kasyan (Persia). Bilamana beliau meninggal dunia ? Kalau ditilik dari batu nisan yang terdapat pada makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, dekat Surabaya terukir sebagai tahun meninggalnya 882 H, atau tahun 1419 M.
Di dalam sumber menyebutkan, bahwa beliau itu berasal dari Gujarat India, yang rupanya disamping berniaga, beliau juga menyiarkan agama Islam
Makam Maulana Malik Ibrahim yang terletak dikampung Gapura di Gresik, sekarang jalan yang menuju kemakam tersebut diberi nama jalan Malik Ibrahim. Dalam sejarah beliau dianggap sebagai pejuang seta pelopor dalam menyebarkan agama Islam ditanah Jawa, dan besar pula jasa beliau terhadap agama dan masyarakat.


2.SUNAN AMPEL

Raden Rahmat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel, adalah terkenal sebagai salah seorang wali yang telah ikut pula menegakkan agama Islam, untuk memulai usahanya, maka Raden Rahmat membuka pondok pesantran di Ampeldenta di Surabaya. di tempat inilah hendak dididiknya para pemuda-pemuda islam sebagai kader yang terdidik, untuk kemudian disebarkan keberbagai tempat diseluruh pulai jawa. seperti kita ketahui Raden Paku yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Giri, Raden Patah yang kemudian menjadi Sultan pertama dari kerajaan Islam di Bintoro Demak, Raden Makdum Ibrahim (puteranya sendiri) yang belakangan dikenal dengan dengan sebutan Sunan Bonang, Syarifuddin (puteranya sendiri) yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Drajat, Maulana Ishak yang pernah diutus ke daerah Blambangan untuk meng-Islam-kan rakyat disana.
Dan bukan menjadi rahasia lagi, bahwa Raden Rahmat atau Sunan Ampel yang menjadi perencana dari kerajaan islam pertama di jawa yang beribu kota di Bintoro Demak, dengan mengangkat Raden Patah sebagai Sultannya yang pertama.. Negara baru di Demak itu adalah hasil rencana dari Sunan Ampel. Inilah jasa beliau yang besar. Semasa hidupnya beliau ikut pula mendirikan Masjid Agung demak yang dibangun kira-kira pada tahun Saka 1401 atau kira-kira bertepatan dengan tahun Masehi 1479.
Akan tetapi ada pula yang berpendapat bahwa berdirinya masjid Demak adalah berdasarkan candrasengkala yang berbunyi : "Kori Trus Gunaning Janmi" yang artinya adalah tahun Saka 1399 atau bertepatan dengan tahun 1477 M.
Adapun berdirinya kerajaan Bintoro Demak bersengkala "Geni Mati Siniram Janmi", yang artinya api mati disiram orang.
Bagaimana pendapat sunan ampel terhadap berbagai masalah kepercayaan dan adat istiadat masyarakat kiranya dapatlah kita ketahui dari hasil pada pemusyawaratan para wali. Pada waktu Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat Jawa seperti selamatan, bersesaji itu dimasuki rasa ke-Islam-an, maka sunan ampel pun bertanyalah :
"Apakah tidak mengkhawatirkan dikemudian hari ? bahwa adat isitadat dan upacara-upacara lama itu nanti akan dianggap sebagai ajaran islam, sebab kalau demikian nanti apakah hal ini tidak akan menjadikan bid'ah?".
Pertanyaan sunan ampel ini kemudian dijawab oleh sunan Kudus sbb :
"Saya setuju dengan pendapatnya Sunan Kalijaga, sebab menurut pelajaran agama Budha itu ada persamaannya dengan ajaran Islam, yaitu orang kaya harus menolong kepada fakir miskin. Adapun mengenai kekhawatiran tuan, saya mempunyai keyakinan bahwa dikemudian hari akan ada orang Islam yang akan menyempurnakannya".
Raden Rakhmat dilahirkan kira-kira dalam tahun 1401 M, di Champa, sebagai putera dari raja Champa. mengenai nama Champa ini berselisih para ahli sejarah. Kalau menurut Encyclopedia Van Nederlandesh Indie, Champa ini suatu negeri kecil yang terletak di Kamboja. akan tetapi Raffles, mengatakan bahwa champa itu bukan di kamboja, tetapi terletak di Aceh (Sumatera) yang sekarang bernama : Jeumpa.
Hal ini besar kemungkinan, mengingat bahwa Aceh dalam sejarah terkenal sebagai daerah pertama di Indonesia yang memeluk agama Islam. menurut riwayat dikatakan, bahwa Sunan Ampel adalah putera dari Ibrahim Asmarakandi yang dikatakan berasal dari Champa dan menjadi raja di sana. kemudian wafat pada tahun 1425 M, serta dimakamkan di Tuban.
Sunan Ampel kemudian kawin dengan putri Tuban bernama Nyai Ageng Manila, dari perkawinannya ini beliau memperoleh 4 orang putra: Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Putri Istri Sunan Kalijaga.
Pada waktu kerajaan Islam Demak berdiri, Sunan Ampel juga yang mengangkat serta menetapkan Raden Patah yang berkedudukan di desa Glagah Wangi yang kemudian bertukar nama menjadi Bintoro Demak, sebagai Sultan pertama dengan gelar: Sultan Alam Akbar Al Fatah. Adapun kota demak letaknya disebelah selatan kota Kudus, jarak 25 km jauhnya. Itulah sedikit mengenai diri dan perjuangan Sunan Ampel.



3.SUNAN BONANG

Raden Maulana Makdum Ibrahim, atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Bonang, adalah seorang putera dari Sunan Ampel.
Berbicara tentang Sunan Bonang yang namanya didepannya tercantum kata-kata Maulana Makdum, mengingatkan kita kembali kepada cerita di dalam sejarah Melayu. Konon kabarnya dalam sejarah Melayu pun dahulu ada pula tersebut tentang cendekiawan islam yang memakai gelar Makdum, yaitu gelar yang lazim dipakai di India. kata atau gelar Makdum ini merupakan sinonim kata Maula atau Malauy gelar kepada orang besar agama berasal dari kata Khodama Yakhdamu dan infinitifnya (masdarnya) khidmat. dan maf'ulnya dikatakan makhdum artinya orang yang harus dikhidmati atau dihormati karena kedudukannya dalam agama atau pemerintahan Islam di waktu itu.
Salam seorang besar yang mengepalai suatu departemen ketika terjadi pembentukan adat yang berdasarkan Islam, tatkala agama Islam memasuki lingkungan Minangkabau, berpangkat Makdum pula.Rupanya Makhdum atau Mubaligh Islam yang berpangkat atau bergelar Makhdum itu data ke Malaka dalam abad ke XV, ketika Malaka mencapai puncak kejayaannya. kembali mengenai diri Sunan Bonang disamping beliau adalah putera Sunan Ampel juga menjadi muridnya pula. adapun daerah operasinya semasa hidupnya adalah terutama Jawa Timur. Disanalah beliau mulai berjuang menyebarkan agama Islam.
Beliau adalah putera dari Sunan Ampel dalam perkawinannya dengan Nyai Ageng Manila, seorang putera dari Arya Teja, salam seorang Tumenggung dari kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban. menurut dugaan Sunan Bonang dilahirkan dalam tahun 1465 M, serta wafat pada tahun 1525 M.
Maulana Makhdum Ibrahim, semasa hidupnya dengan gigih giat sekali menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Timur, terutama di daerah Tuban dan sekitarnya. sebagaimana halnya ayahnya, maka Sunan Bonang pun mendirikan pondok pesantran di daerah Tuban untuk mendidik serta menggembleng kader-kader Islam yang akan ikut menyiarkan agama Islam ke seluruh tanah Jawa. konon beliaulah yang menciptakan gending Dharma serta berusaha mengganti nama-nama hari nahas/sial menurut kepercayaan Hindu, dan nama-nama dewa Hindu diganti dengan nama-nama malaikat serta nabi-nabi. Hal mana dimaksudkan untuk lebih mendekati hari rakyat guna diajak masuk agama Islam.
Di masa hidupnya, beliau juga termasuk penyokong dari kerajaan Islam Demak. serta ikut pula membantu mendirikan Masjid Agung di kota Bintoro Demak.
Adapun mengenai filsafat Ketuhanannya, adalah :
"Adapun pendirian saya adalah, bahwa imam tauhid dan makrifat itu terdiri dari pengetahuan yang sempurna, sekiranya orang hanya mengenal makrifat saja, maka belumlah cukup, sebab ia masih insaf akan itu. Maksud saya adalah bahwa kesempurnaan barulah akan tercapai hanya dengan terus menerus mengabdi kepada Tuhan. Seseorang itu tiada mempunyai gerakan sendiri, begitu pula tidak mempunyai kemauan sendiri. dan seseorang itu adalah seumpama buta, tuli dan bisu. Segala gerakannya itu datang dari Allah."
Ada kitab yang disebut Suluk Sunan Bonang yang berbahasa prosa Jawa Tengah-an, tetapi isinya mengenai hal-hal agama islam. di mana kalimatnya agak terpengaruh oleh bahasa Arab. Besar kemungkinan kita ini adalah berisi kumpulan atau himpunan catatan dari pelajaran-pelajaran yang pernah diberikan oleh Sunan Bonang semasa hidupnya kepada murid-muridnya. Di dalam dongeng-dongeng diceritakan,.bahwa pada suatu ketika pernah ada seorang pendita hindu yang datang untuk mengajak berdebat dengan sunan bonang, bahkan kemudian pendeta hindu itupun akhirnya bertaubat serta menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam.
Pada masa hidupnya dikatakan bahwa Sunan Bonang itu pernah belajar ke Pasai. Sekembalinya dari Pasai, Sunan Bonang memasukkan pengaruh Islam ke dalam kalangan bangsawan dari keraton Majapahit, serta mempergunakan Demak sebagai tempat berkumpul bagi para murid-muridnya.
Sunan Bonang perjuangannya diarahkan kepada menanamkan pengaruh ke dalam. Siasat dari Sunan Bonang adalah memberikan didikan Islam kepada Raden Patah putera dari Brawijaya V, dari kerajaan Majapahit, dan menyediakan Demak sebagai tempat untuk mendirikan negara Islam. adalah tampak bersifat politis dan Sunan Bonang rupanya berhasil cita-citanya mendirikan kerajaan Islam di Demak. Hanya sayang sekali harapan beliau agar supaya Demak dapat menjadi pusat agama Islam untuk selama-selamanya kiranya tidak berhasil.



4.SUNAN GIRI

Sewaktu Sunan Ampel masih hidup, di Gresik ada pula seorang penganjur agama yang terkenal, namanya Raden Paku, disebut juga sebagai Prabu Satmata, atau Sultan Abdul Fakih, beliau adalah putera Maulana Ishak dari Blambangan (di Jawa Timur). Maulana Ishak dikatakan dari Blambangan, oleh karena beliau ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di daerah Blambangan yang pada masa itu masih kuat memeluk agama Hindu dan Budha. Berhubung ayahnya ke pasai dan tidak kembali lagi ke tanah Jawa maka Raden Paku kemudian diambil sebagai putera angkat oleh salah seorang wanita kaya, Nyi Gede Maloka namanya. Kalau di babad tanah jawa, disebut Nyai Ageng Tandes atau Nyai Ageng saja. Sesudah beliau besar disekolahkannya ke Ampel untuk berguru kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel). Di sana Raden Paku bertemu dengan Maulana Makdum Ibrahim, putera-putera Sunan Ampel yang kemudian bergelar Sunan Bonang.
Kemudian bersama-sama dengan Maulana Makdum Ibrahim, Raden Paku oleh Sunan Ampel di suruh pergi haji ke Tanah Suci, sampai memperdalam ilmunya. Tetapi mereka sebelum sampai di tanah suci singgah terlebihdahulu di Pasai (Aceh), untuk menuntut ilmu kepada para ulama disana.
Adapun yang imaksud ilmu di sini, adalah ilmu ke Tuhanan menurut ajaran tasawuf. Konon kabarnya memang banyak ulama-ulama keturunan India dan Persia yang membuka pengajian di pasai di waktu itu. Bahkan banyak pula ulama-ulama dari Malaka juga kadang-kadang datang bertanya tentang sesuatu masalah ke Pasai. Sesudah kedua tunas muda itu selesai menuntut pelajaran di sana, merekapun kembalilah ke tanah Jawa. Raden Paku berhasil mendapat "Ilmu Laduni", sehingga gurunya di pasai memberinya nama "Ainul Yaqin".
Raden Paku sekembalinya di tanah Jawa mengajarkan agama Islam menurut bakatnya. Raden paku atau Syekh Ainul Yaqin mengadakan tempat berkumpul yang boleh disebut pondok pesantrennya di Giri. dimana murid-muridnya terdiri pada orang-orang kecil (rakyat jelata).
Sungguh amat besar jasa Sunan Giri semasa hidupnya, karena beliaulah yang mengirimkan utusan (mission secree) keluar Jawa. Mereka terdiri dari pelajar, saudagar, nelayan. Mereka dikirim oleh Sunan Giri ke pulau Madura. juga ke Bawean dan Kangean, bahkan sampai ke Ternate dam Haruku di kepulauan Maluku. Amat besar pengaruh Sunan Giri terhadap jalannya roda pemerintahan di kerajaan Islam Demak, sehingga sesuatu soal yang penting senantiasa menantikan sikap dan keputusan yang diambil oleh Sunan Giri. Oleh para wali lainnya, beliau dihormati serta disegani.
Pada waktu dahulu Giri adalah menjadi sumber ilmu keagamaan, dan termasyhur diseluruh tanah Jawa dan sekelilingnya. Dari segala penjuru, baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah banyak yang pergi ke Giri untuk berguru kepada Sunan Giri. Beliaulah kabarnya yang menciptakan gending Asmaradana dan Pucung. Daeran penyiarannya sampai ke Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Madura, menurut setengah riwayat, Sunan Giri-lah yang menghukum sesat terhadap diri Syekh Siti Jenar, karena mengajarkan ilmu yang berbahaya pada rakyat. Sunan Giri adalah terhitung seorang ahli pendidik (pedagang) yang berjiwa demokratis. Beliau mendidik anak-anak dengan jalan membuat bermacam-macam permainan yang berjiwa agama. seperti misalnya : jelungan, jamuran, gendi gerit, jor, gula ganti, cublak-cublak suweng, ilir-ilir dan sebagainya.
Diantara permainan kanak-kanak hasil ciptaan/gubahannya adalah rupa "jitungan" atau "jelungan". Adapun caranya adalah begini :
Anak-anak banyak, satu diantaranya menjadi "pemburu", lain-lainnya jadi "buruan" mereka ini akan 'selamat' atau 'bebas' dari terkaman 'pemburunya', apabila telah berpegangan pada 'jitungan', yaitu satu pohon, tiang atau tonggak yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Permainan dimaksudkan untuk mendidik pengertian tentang keselamatan hidup, yaitu : bahwa apabila sudah berpegangan kepada agama yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa sajalah, maka manusia (buruan) itu akan selamat dari terkaman iblis (pemburunya). Di samping itu diajarkannya pula nyanyian-nyanyian untuk kanak-kanak yang bersifat paedagogis serta berjiwa agama, Di antaranya adalah berupa 'tembung dolanan bocah' (lagu permainan anak-anak), yang berbunyi sebagai berikut :
"Padang-padang bulan, ayo gage da dolanan, dolanane naning latar, ngalap padang gilar-gilar, nundang bagog hangatikar", yang dalam bahasa indonesianya kira-kira begini :
"Terang-terang bulan, marilah lekas bermain, bermain dihalaman, mengambil manfaat dari terang benderang, mengusir gelap yang lari terbirit-birit".
Adapun maksud dari tembang tersebut di atas itu adalah : Agama Islam (bulan) telah datang memberi penerangan hidup, maka marilah segera orang menuntut penghidupan (dolanan, bermain) di bumi ini (latar, halaman) akan mengambil manfaat ilmu agama Islam (padang, gilar-gilar, terang benderang) itu, agar sesat kebodohan diri (begog, gelap) segera terusir.
Disamping itu terkenal pula tembang buat kanak-kanak yang bernama "Ilir-ilir" yang isinya mengandung filsafat serte berjiwa agama.Bunyi selengkapnya adalah demikian.
"Lir-ilir, lir ilir, tandure wing angilir, sing ijo royo-royo, tak sengguh kemanten anyar. cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno kanggo masuh dodotiro. dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir, dondomana jrumatana, kanggo sebo mengko sore, mumpung gede rembulane, mumpung jembar kalangane, ndak sorak hore."
Adapun maksudnya adalah demikian : sang bayi yang baru lahir di dalam dunia ini masih suci bersih, murni, sehingga ibarat seperti penganten baru, siapa saja ingin memandangnya, "bocah angon" (pengembala) itu diumpamakan santri, mualim, artinya orang yang menjalankan syariat agama. Sedangkan "blimbing" diibaratkan blimbing itu mempunyai/teridiri dari lima belahannya, maksudnya untuk menjalankan sembahyang lima waktu. Meskipun "lunyu-lunyu" (licin). tolong panjatkan juga, kendatipun sembahyang itu susah, namun kerjakanlah, buat membasuh "dodotira-dodotira, kumitir bedah ing pinggir" maksudnya kendatipun sholat itu susah, tetapi kerjakan guna membasuh hati dan jiwa kita yang kotor ini. "Dondomono, jrumatana, kanggo sebo mengko sore, dan surak-surak hore". Maksudnya " bahwa orang hidup di dalam dunia ini senantiasa condong kearah berbuat dosam segan mengerjakan yang baik dan benar serta utama, sehingga dengan menjalankan sholat itu diharapkan besuk dikelak kemudian dapat kita buat sebagai bekal kita dalam menghadap kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, bekal itu adalah beramal saleh. Itulan diantara lain buah ciptaan sunan giri. Mengenai tembang (lagu) ilir-ilir ini ada pula yang berpendapat, bahwa itu adalah ciptaan sunan kalijaga. Akan tetapi mengingat bahwa diantara wali sanga, sunan giri yang terkenal sebagai seorang pendidik yang gemar menciptakan lagu-lagu kanak-kanak maka besar dugaan kita bahwa lagu tersebut adalah ciptaan beliau juga. Jika tidak, yang pasti adalah bahwa tembang tersebut adalah ciptaan pada jaman wali. Apakah benar ciptaan sunan kalijaga atau gubahan bersama dengan sunan giri, itu adalah soal secundair.
Sesudah beliau wafat, kemudian dimakamkan di atas bukit Giri (Gresik). Setelah Sunan Giri meninggal dunia, berturut-turut digantikan oleh Sunan Delem, Sunan Sedam Margi, Sunan Prapen.
Tatkala Sunan Prapen pada tahun 1597 M, wafat beliau digantikan Sunan Kawis guna, kemudian setelah Sunan Guwa wafat diganti oleh Panembahan Agung. Pada tahun 1638 M Panembahan Agung Giri diganti oleh Panembahan Mas Witana Sideng Rana, beliau wafat pada tahun 1660 M. kemudian atas perintah Sunan Amangkurat I, Pangern Puspa Ira (Singonegoro) ditempatkan di Giri. mulai saat sunan Amangkurat II memegang kendali pemerintahan, Giri maupun Gresik mengalami perubahan yang tidak sedikit. Akibat daripada serangan Amangkurat II yang dibantu oleh kompeni akhirnya pada tanggal 27 april 1680 jatuhlah kekuasaan Pengeran Giri ke tangan Amangkurat II.
Semenjak itu Giri cahanya mulai pudar, hanya tinggal kenang-kenangan dalam sejarah kebangunan Islam di tanah Jawa.



5.SUNAN DRAJAT

Syarifuddin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Drajat adalah seorang putera dari Sunan Ampel, sebagaimana ayahnya, maka puteranya inipun kemudian menjadi seorang penganjur pula dalam agama Islam. beliaupun ikut pula mendirikan kerajaan Islam di Demak dan menjadi penyokongnya yang setia. daerah operasinya diantaranya adalah di Jawa Timur, Sunan Drajat adalah seorang sosiawan Islam.
Seorang waliullah yang berjiwa sosial, dalam menjalankan agama, selalu beliau juga tidak segan-segan pula memberikan pertolongan kepada kesengsaraan umum, seperti membela anak-anak yatim piatu, orang-orang sakit. para fakir miskin, dan lain-lain. Konon kabarnya beliau, adalah pencipta gending, pangkur, apabila dikatakan bahwa syarifoeddin atau Sunan Drajat itu mempunyai jiwa sosial maka hal itu adalah benar. karena pada hakekatnya setiap pribadi muslim itu adalah juga seorang sosialis. bukanlah muslim namanya, jikalau dia tidak berjiwa sosial. sebab memang demikianlah ajaran di dalam agama Islam.
Jadi bilamana Sunan Drajat memberi contoh serta menganjurkan kepada rakyat, agar memiliki jiwa sosial serta menganjurkan agar supaya rakyat suka menolong para fakir dan miskin yang sedang mengalami penderitaan dan kesempitan, maka hal itu adalah sesuai dengan tuntunan agama.
Tidakkah Islam mengajarkan kepada kita. Bahwa apabila disekitar tetangga kita terdapat orang yang kelaparan, maka berdosalah kita semua. jadi agama melarang kita sendiri hidup dalam lautan kenikmatan dan kemewahan, sedangkan lainnya hidup dalam kesengsaraan dan kemiskinan. karena agama islam memang tidak membenarkan adanya individualisme dan egoisme, melainkan yang senantiasa ditekankan oleh islam di dalam sepanjang ajaran-ajarannya ialah rasa kolektivisme, hidup didalam kerukunan hidup dalam suasana gotong royong, tolong menolong, bahu membahu, hidup dalam persaudaraan. jauh sebelum itu di barat timbul semboyan egalite dan fraternite, maka islam telah mengajarkan kepada setiap pemeluknya untuk menanamkan rasa persaudaraan dan kerukunan, tidakkah Islam mengatakan, bahwa sebaik-baiknya manusia di dunia ini, ialah manusia yang bermanfaat bagi sesamanya.
Demikian intisari dari ajaran yang terkandung di dalam Islam. dan itulah yang dipraktekkan oleh sunan drajat semasa hidupnya.



6.SUNAN KALIJAGA

Raden.Mas Syahid atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga., adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatika, bupati Tuban, ada pula yang mengatakan, bahwa nama lengkap ayah Sunan Kalijaga adalah Raden Sabur Tumenggung Wilatika, dikatakan dalam riwayat, bahwa dalam perkawinannya dengan Dewi Saroh Binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga juga memperoleh 3 orang putera, masing-masing : .R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah.
Diantara para Wali Sembilan, beliau terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, seorang pemimpin, mubaligh, pujangga dan filosofi. daerah operasinya tidak terbatas, oleh karena itu beliau adalah terhitung seorang mubaligh keliling (reizendle mubaligh). jikalau beliau bertabligh, senantiasa diikuti oleh pada kaum ningrat dan sarjana.
Kaum bangsawan dan cendekiawan amat simpatik kepada beliau. karena caranya beliau menyiarkan agama islam yang disesuaikan dengan aliran jaman, Sunan Kalijaga adalah adalah seorang wali yang kritis, banyak toleransi dan pergaulannya dan berpandangan jauh serta berperasaan dalam. Semasa hidupnya, sunan kalijaga terhitung seorang wali yang ternama serta disegani beliau terkenal sebagai seorang pujangga yang berinisiatif mengaran cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam dengan lain perkataan, dalam cerita-cerita wayang itu dimaksudkan sebanyak mungkin unsur-unsur ke-Islam-an,. hal ini dilakukan karena pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu itu masih tebal kepercayaannya terhadap Hinduisme dan Buddhisme, atau tegasnya Syiwa Budha, ataupun dengan kata lain, masyarakat masih memagang teguh tradisi-tradisi atau adat istiadat lama.
Diantaranya masih suka kepada pertunjukan wayang, gemar kepada gamelan dan beberapa cabang kesenian lainnya, sebab-sebab inilah yang mendorong Sunan Kalijaga sebagai salah seorang mubaligh untuk memeras otak, mengatur siasat, yaitu menempuh jalan mengawinkan adat istiadat lama dengan ajaran-ajaran Islam assimilasi kebudayaan, jalan dan cara mana adalah berdasarkan atas kebijaksanaan para wali sembilan dalam mengambangkan Agama Islam di sini.
Sunan Kalijaga, namanya hingga kini masih tetap harum serta dikenang oleh seluruh lapisan masyrakat dari yang atas sampai yang bawah. hal ini adalah merupakan suatu bukti, bahwa beliau itu benar-benar manusia besar jiwanya, dan besar pula jasanya. sebagai pujangga, telah banyak mengarang berbagai cerita yang mengandung filsafat serta berjiwa agama, seni lukis yang bernafaskan Islam, seni suara yang berjiwakan tauhid. disamping itu pula beliau berjasa pula bagi perkembangan dari kehidupan wayang kulit yang ada sekarang ini.
Sunan Kalijaga adalah pengarang dari kitab-kitab cerita-cerita wayang yang dramatis serta diberi jiwa agama, banyak cerita-cerita yang dibuatnya yang isinya menggambarkan ethik ke-Islam-an, kesusilaan dalam hidup sepanjang tuntunan dan ajaran Islam , hanya diselipkan ke dalam cerita kewayangan. oleh karena Sunan Kalijaga mengetahui, bahwa pada waktu itu keadaan masyarakat menghendaki yang sedemikian, maka taktik perjuangan beliaupun disesuaikannya pula dengan keadaan ruang dan waktu.
Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agama syiwa budha yang fanatik terhadap ajaran agamanya, maka akan berbahaya sekali kiranya apabila dalam memperkembangkan agama islam selanjutnya tidak dilakukan dengan cara yang bijaksana. para wali termasuk didalamnya Sunan Kalijaga mengetahui bahwa rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali kepada kesenian dan kebudayaan mereka, diantaranya masih gemar kepada gemalan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan Syiwa-Budha.
Maka setelah diadakan permusyawaratan para wali, dapat diketemukan suatu cara yang lebih supel, dengan maksud untuk meng-Islam-kan orang-orang yang belum masuk Islam. cara itu diketemukan oleh Sunan Kalijaga, salah seorang yang terkenal berjiwa besar, dan berpandangan jauh,berfikiran tajam, serta berasal dari suku jawa asli. disamping itu beliau juga ahli seni dan faham pula akan gamelan serta gending-gending (lagu-lagunya).
Maka dipesanlah oleh Sunan Kalijaga kepada ahli gamelan untuk membuatkan serancak gamelan, yang kemudian diberinya nama kyai sekati. hal itu adalah dimaksudkan untuk memperkembangkan Agama Islam.
Menurut adat kebiasaan pada setiap tahun, sesudan konperensi besar para wali, diserambi Masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi yang diramaikan dengan rebana (Bhs. Jawa Terbangan) menurut irama seni arab. Hal ini oleh Sunan Kalijaga hendak disempurnakan dengan pengertian disesuaikan dengan alam fikiran masyarakat jawa. maka gamelan yang telah dipesan itupun ditempatkan diatas pagengan yaitu sebuah tarub yang tempatnya di depan halaman Masjid Demak, dengan dihiasai beraneka macam bungan-bungaan yang indah. gapura mashidpun dihiasinya pula, sehingga banyaklah rakyat yang tertarik untuk berkunjung ke sana, gamelan itupun kemudian dipukulinya betalu-talu dengan tiada henti-hentinya.
Kemudian dimuka gapura masjid, tampillah ke depan podium bergantian para wali memberikan wejangan-wejangan serta nasehat-nasehatnya uraian-uraiannya diberikan dengan gaya bahasa yang sangat menarik sehingga orang yang mendengarkan hatinya tertaik untuk masuk ke dalam masjid untuk mendekati gamelan yang sedang ditabuh, artinya dibunyikan itu. dan mereka diperbolehkan masuk ke dalam masjid, akan tetapi terlebih dahulu harus mengambil air wudlu di kolas masjid melalui pintu gapura. upacara yang demikian ini mengandung simbolik, yang diartikan bahwa bagi barang siapa yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat kemudian masuk ke dalam masjid melalui gapura (dari Bahasa Arab Ghapura) maka berarti bahwa segala dosanya sudah diampuni oleh Tuhan.
Sungguh besar jasa Sunan Kalijaga terhadap kesenian, tidak hanya dalam lapangan seni suara saja, akan tetapi juga meliputi seni drama (wayang kulit) seni gamelan, seni lukis, seni pakaian, seni ukir, seni pahat. dan juga dalam lapangan kesusastraan, banyak corak batik oleh sunan kalijaga (periode demak) diberi motif "burung" di dalam beraneka macam. sebagai gambar ilustrasi, perwujudan burung itu memanglah sangat indahnya, akan tetapi lebih indah lagi dia sebagai riwayat pendidikan dan pengajaran budi pekerti. di dalam bahasa kawi, burung itu disebut "kukila" dan kata bahasa kawi ini jika dalam bahasa arab adalah dari rangkaian kata : "quu" dan "qilla" atau "quuqiila", yang artinya "peliharalah ucapan (mulut)-mu.
Hal mana dimaksudkan bahwa kain pakaian yang bermotif kukila atau burung itu senantiasa memperingatkan atau mendidik dan mengajar kepada kita, agar selalu baik tutur katanya, inilah diantaranya jasa sunan kalijaga dalam hal seni lukis. Dalam hubungan ini dibuatnya model baju kaum pria yang diberinya nama baju "takwo", nama tersebut berasal berasal dari kata bahasa arab "taqwa" yang artinya ta'at serta berbakti kepada Allah SWT.
Nama yang simbolik sifatnya ini, dimaksudkan untuk mendidik kita agar supaya selalu cara hidup dan kehidupan kita sesuai dengan tuntunan agama. Nama Kalijaga menurut setengah riwayat , dikatakan berasal dari rangkaian Bahasa Arab ' Qadli Zaka, Qadli - artinya pelaksana, penghulu : sedangkan Zaka - artinya membersihkan. jadi Qodlizaka atau yang kemudian menurut lidah dan ejaan kita sekarang berubah menjadi Kalijaga itu artinya ialah pelaksana atau pemimpin yang menegakkan kebersihan (kesucian) dan kebenaran agama Islam.
Konon kabarnya Sunan Kalijaga itu usianya termasuk lanjut pula, sehingga dalam masa hidupnya, beliau antara lain mengalami tiga kali masa pemerintahan, pertama jaman akhkh Siti Jenar sesungguhnya tak ada disini, yang ada hanyalah Tuhan yang Sejati.
ujarnya pula :
"Awit seh lemang bang iku, wajahing pangeran jati. nadyan sira ngaturana, ing pangeran kang sejati, lamun Syekh Lemah Bang ora, mansa kalakon yekti"
Artinya :
Oleh karena Syekh Siti Jenar itu sesungguhnya adalah wajah wujudnya Tuhan sejati, meskipun engkau menghadap kepada Tuhan yang sejati, manakala siti jenar tidak,maka tidaklah hal itu akan terlaksana. pada waktu Maulana Maghribi memberi wejangan bahwa yang disebut Tuhan Allah Sejati itu Wajibul Wujud (kang aran Allah jatine, wajibul wujud kang ana), maka Syekh Siti Jenar pun menjawablah, katanya :
"Aja ana kakehan semu, iya ingsun iki Allah, nyata ingsun kang sejati, jejuluk Prabu Satmata, tan ana liyan jatine, ingkang aran bangsa Allah"
Artinya : jangan kebanyakan semu, saya inilah Allah. saya sebetulnya bernama Prabu Satmata, dan tiadalah yang lain dengan nama Ketuhanan. Oleh karena segala ucapan-ucapan dan ajaran-ajaran Syekh Siti Jenar ini dipandang sangt membahayakan kepada rakyat, maka akhirnya beliau pun dihukum mati oleh para wali. Jikalau kita ikuti segala ucapan-ucapan Siti Jenar tersebut di atas, maka hal itu mengingatkan kita kepada ajaran-ajaran dan ucapan-ucapan salah seorang misticus yang masyhur, yaitu Al Hallaj (858-992). sebagaimana diketahui, Al Hallaj pernah berkata:
"Annal haqq" artinya : "sayalah kebenaran yang sejati itu"
kemudian katanya pula :
"wa'ma fi jubbati illa-lah" artinya "dan tidak ada yang dalam jubah , melainkan Allah".
Disamping itu al hallaj juga pernah mengatakan :
"Telah bercampur rahmu dalam rohku, laksana bercampurnya chamar dengan air jernih bila menyentui akanmu sesuatu, tersentuhlah aku, sebab itu engkau adalah aku"
Dalam segala hal demikianlah pandangan hidupnya. ucapan dan ajarannya inilah yang mengakibatkan dia dihukum mati di atas tiang gantungan, karena dianggap berbahaya dan menyesatkan oleh pemerintah Bagdad. kedua ahli mistik, baik Al Hallaj maupun Syekh Siti Jenar fahamnya condong kepada ajaran pantheisme, kesatuan antara makhluk dengan khalik Maha Penciptanya. dan keduanya pun mengalami pula nasib yang sama, karena mereka harus menebus keyakinan hidupnya dengan hukuman mati.
Kemudian kita dapati pula ucapan Siti Jenar yang lain, yang tampak isinya lebih mengutamakan hakekat daripada syari'at, katanya :
"Sahadat salat puwasa kawuri, apa dene jakat lawan pitrah, ujar iku dora kabehm nora kena ginugu, Islam tetep durjaning budi, ngapusi kyehning titah, sinung swarga besuke, wong bodo kanur ulama, tur nyatane pada bae ora uning, beda syekh siti jenar."
Selanjutnya berkatalah Syekh Siti Jenar :
"Tan mituhu salat lawan dikir, jengkang-jengking neng masjid ting krembyah, nora nana ganjarane, yen wus ngapal batukmu, sejatine tanpa pinanggih, neng dunya bae pada susah amemikul, lara sangsaya tan beda, marma siti jenar mung madep wajidi, gusti dat roning kamal".
Demikianlah antara lain pandangan hidup serta ajaran-ajaran dari Syekh Siti Jenar. Dalam riwayat dikatakan bahwa murid Syekh Siti Jenar adalah : Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Pengging, Pangeran Panggung, Ki Lontang.
Menengok konflik Masa Lalu
Biasanya, konflik yang terjadi di kalangan ulama -terutama ulama jaman dahulu, lebih banyak diakibatkan karena persoalan (rebutan pengaruh) politik. Tidak hanya terjadi pada era kiai-ulama masa kini, tapi sejak jaman Wali Songo-pun, konflik seperti itu pernah terjadi. Bahkan, sejarah Islam telah mencatat bahwa jenazah Muhammad Rasulullah SAW baru dimakamkan tiga hari setelah wafatnya, dikarenakan para sahabat justru sibuk rebutan soal posisi khalifah pengganti Nabi (Tarikh Ibnu Ishak, ta'liq Muhammad Hamidi). Di era Wali Songo -kelompok ulama yang "diklaim" oleh NU sebagai nenek-moyangnya dalam perihal berdakwah dan ajarannya, sejarah telah mencatat pula terjadinya konflik yang "fenomenal" antara Wali Songo (yang mementingkan syari'at) dengan kelompok Syekh Siti Jenar (yang mengutamakan hakekat). Konflik itu berakhir dengan fatwa hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dan pengikutnya. Sejarah juga mencatat bahwa dalam persoalan politik, Wali Songo yang oleh masyarakat dikenal sebagai kelompok ulama penyebar agama Islam di Nusantara yang cukup solid dalam berdakwah itu, ternyata juga bisa terpolarisasi ke dalam tiga kutub politik; Giri Kedaton (Sunan Giri, di Gresik), Sunan Kalijaga (Adilangu, Demak) dan Sunan Kudus (Kudus). Kutub-kutub politik itu memiliki pertimbangan dan alasan sendiri-sendiri yang berbeda, dan sangat sulit untuk dicarikan titik temunya; dalam sidang para wali sekalipun. Terutama perseteruan dari dua nama yang terakhir, itu sangat menarik. Karena pertikaian kedua wali tersebut dengan begitu gamblangnya sempat tercatat dalam literatur sejarah klasik Jawa, seperti: "Babad Demak", "Babad Tanah Djawi", "Serat Kandha", dan "Babad Meinsma".
Lagi-lagi, konflik itu diakibatkan karena persoalan politik. Perseteruan yang terjadi antara para wali itu bisa terjadi, bermula setelah Sultan Trenggono (raja ke-2 Demak) wafat. Giri Kedaton yang beraliran "Islam mutihan" (lebih mengutamakan tauhid) mendukung Sunan Prawata dengan pertimbangan ke-'alimannya. Sementara Sunan Kudus mendukung Aryo Penangsang karena dia merupakan pewaris sah (putra tertua) dari Pangeran Sekar Seda Lepen (kakak Trenggono) yang telah dibunuh oleh Prawata (anak Trenggono). Sedangkan Sunan Kalijaga (aliran tasawuf, abangan) mendukung Joko Tingkir (Hadiwijaya), dengan pertimbangan ia akan mampu memunculkan sebuah kerajaan kebangsaan nusantara yang akomodatif terhadap budaya.
Sejarah juga mencatat, konflik para wali itu "lebih seru" bila dibandingkan dengan konflik ulama sekarang, karena pertikaian mereka sangat syarat dengan intrik politik yang kotor, seperti menjurus pada pembunuhan terhadap lawan politik. Penyebabnya tidak semata karena persoalan politik saja, tapi di sana juga ada hal-hal lain seperti: pergesekan pengaruh ideologi, hegemoni aliran oleh para wali, pengkhianatan murid terhadap guru, dendam guru terhadap murid, dan sebagainya.
Bahkan, De Graaf, seorang sejarawan Jawa dari Belanda, dengan begitu beraninya menilai konflik di antara para wali itu bukan hanya masalah hubungan antara guru dan murid belaka. Bukan pula harus selalu dilihat dari segi spiritualnya, tapi sekolah agama dari para wali itu bisa juga dilihat sebagai sebuah konsentrasi politik. Para wali yang terlibat konflik itu sesungguhnya tidak membatasi diri pada ajaran spiritual saja, tetapi juga memposisikan dirinya sebagai ahli politik sejati, yang (terlalu) banyak ikut campur tangan terhadap persoalan negara. Seperti misalnya, seseorang yang menjadi raja, berhak menyandang gelar "Sultan" bila telah mendapatkan "restu" dari Giri Kedaton. Model pola hubungan ulama-umara seperti ini yang kemudian menjadi benih-benih pertikaian di antara wali sendiri.
Begitupun ketika pusat pemerintahan pindah dari Pajang ke Mataram. Sunan Kudus "berbelok arah" mendukung kubu Demak (Aria Pangiri, putra Sunan Prawata [kubu yang sebelumnya dilenyapkan Arya Penangsang, jagoan Sunan Kudus]) untuk menguasai Pajang, mengusir Pangeran Benawa (putra Sultan Hadiwijaya). Sementara Sunan Kalijaga mendukung keturunan Pamanahan (Ki Gede Mataram) untuk mendirikan kerajaan baru yang bernama Mataram.
Tidak hanya berhenti di situ. Konflik politik para wali itu terus berlanjut hingga akhir hayat mereka. Hingga anak cucu generasi mereka selanjutnya. Dan lebih memprihatinkan lagi, ketika Sunan Amangkurat I (Raja Mataram ke-5, putra Sultan Agung Hanyokrokusumo) membantai secara keji 6000 ulama ahlussunnah wal jama'ah di alun-alun Mataram, dengan alasan "mengganggu keamanan negara". Ini adalah sebagai bukti adanya imbas yang berkepanjangan dari perseteruan ideologi para wali di era sebelumnya -di samping juga karena faktor politik yang lain. Dan, gesekan-gesekan aliran keagamaan (ideologi) seperti itu, di kemudian hari terus berlanjut, seolah-olah telah menjadi sebuah "warisan" masa kini.
Penutup
Kedewasaan dalam Berkonflik Jadi, konflik politik di antara ulama/kiai bukanlah merupakan hal yang baru, yang luar biasa, karena kita bisa melihat akar konflik seperti itu sudah terjadi sejak dahulu kala --tentu dengan konteks yang berbeda. Logikanya, di jaman sahabat Nabi SAW dan para wali saja bisa terjadi, apalagi di era kiai sekarang ini. Itu adalah hal yang lumrah, asal dilakukan secara dewasa. Yang tidak wajar, ketika konflik -yang biasanya bersifat pribadi ulama- tersebut bersifat kekanak-kanakan, yang sampai harus mengorbankan kepentingan umat dan kemaslahatan organisasi (NU). Yang tidak dibenarkan, ketika konflik pribadi itu kemudian diseret menjadi konflik yang melibatkan umat, sekaligus organisasi dijadikan sebagai barang taruhannya. Dan bila sudah demikian, maka selayaknya kita patut meragukan otoritas mereka sebagai ulama, yang seyogyanya menjadi suri-tauladan bagi masyarakat. Selebihnya, wallaahu'alam bi ash showab.



7.SUNAN KUDUS

Sunan Kudus dilahirkan dengan nama Jaffar Shadiq. Dia adalah putra dari pasangan Sunan Ngudung, adalah panglima perang Kesultanan Demak Bintoro, dan Syarifah, adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.

Sunan Kudus pernah menjabat sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, dan dalam masa pemerintahan Sunan Prawoto, dia menjadi penasihat bagi Arya Penangsang. Selain sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, Sunan Kudus juga menjabat sebagai hakim pengadilan bagi Kesultanan Demak.

Dalam melakukan dakwah penyebaran Islam di Kudus, Sunan Kudus menggunakan sapi sebagai sarana penarik masyarakat untuk datang untuk mendengarkan dakwahnya. Sunan Kudus juga membangun Menara Kudus yang merupakan gabungan kebudayaan Islam dan Hindu yang juga terdapat Masjid yang disebut Masjid Menara Kudus.

Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kudus Kulon, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih bertahan hingga sekarang. Sekarang Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota Kudus, Jawa Tengah.Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini.



8.SUNAN MURIA

Sunan Muria dilahirkan dengan nama Raden Umar Said atau Raden Said. Menurut beberapa riwayat, dia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Soejinah, putri Sunan Ngudung.
Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah, tempat dia dimakamkan.



9.SUNAN GUNUNG JATI

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo.



MySpaceDunia Informasi Internet
MySpaceDunia Aneh
MySpace Dunia Peternakan
MySpace
Dunia Software

MySpaceDunia Abu Nawas
MySpace
Dunia Islam



Saturday, August 15, 2009

Nabi Muhammad SAW

Saturday, August 15, 2009 0

Nabi Muhammad saw berasal dari kabilah Quraisy, tepatnya keturunan Hasyim. Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdul Muthalib, cucu Hasyim. Ibunda beliau adalah Aminah binti Wahb yang berasal dari keturunan Bani Zuhrah, salah satu kabilah Quraisy.


Setelah menikah, Abdullah melakukan pepergian ke Syam. Ketika pulang dari pepergian itu, ia wafat di Madinah dan dikuburkan di kota itu juga.

Setelah beberapa bulan dari wafatnya sang ayah berlalu, Nabi pamungkas para nabi lahir di bulan Rabi’ul Awal, tahun 571 Masehi di Makkah, dan dengan kelahirannya itu, dunia menjadi terang-benderang. Sesuai dengan kebiasaan para bangsawan Makkah, ibundanya menyerahkan Muhammad kecil kepada Halimah Sa’diyah dari kabilah Bani Sa’d untuk disusui. Beliau tinggal di rumah Halimah selama empat tahun. Setelah itu, sang ibu mengambilnya kembali.

Dengan tujuan untuk berkunjung ke kerabat ayahnya di Madinah, sang ibunda membawanya pergi ke Madinah. Dalam perjalanan pulang ke Makkah, ibundanya wafat dan dikebumikan di Abwa`, sebuah daerah yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah ibunda beliau wafat, secara bergantian, kakek dan paman beliau, Abdul Muthalib dan Abu Thalib memelihara beliau. Pada usia dua puluh lima tahun, beliau menikah dengan Khadijah yang waktu itu sudah berusia empat puluh tahun. Beliau menjalani hidup bersamanya selama dua puluh lima tahun hingga ia wafat pada usia enam puluh lima tahun.

Pada usia empat puluh tahun, beliau diutus menjadi nabi oleh Allah. Ia mewahyukan kepada beliau al-Quran yang seluruh manusia dan jin tidak mampu untuk menandinginya. Ia menamakan beliau sebagai pamungkas para nabi dan memujinya karena kemuliaan akhlaknya.

Beliau hidup di dunia ini selama enam puluh tiga tahun. Kita dapat mengklasifikasikan usia beliau yang penuh berkah ini dalam tiga klasifikasi besar:

1. Empat puluh tahun pertama hingga pengangkatan menjadi nabi.
2. Tiga puluh tahun masa kenabian hingga beliau hijrah ke Madinah.
3. Sepuluh tahun pasca hijrah hingga beliau wafat.

Menurut pendapat masyhur, beliau wafat pada hari Senin bulan Shafar 11 Hijriah di Madinah.
Bukti Kenabian Rasulullah saw

Secara global, kenabian seorang nabi dapat diketahui melalui tiga jalan:

1. Pengakuan sebagai nabi.
2. Kelayakan menjadi nabi.
3. Mukjizat.

Pengakuan Sebagai Nabi

Telah diketahui oleh setiap orang bahwa Rasulullah saw telah mengaku sebagai nabi di Makkah pada tahun 611 M., masa di mana syirik, penyembahan berhala dan api telah menguasai seluruh dunia. Hingga akhir usia, beliau selalu mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, dan sangat banyak sekali di antara mereka yang mengikuti ajakan beliau itu.
Kelayakan Menjadi Nabi

Maksud asumsi di atas adalah seorang yang mengaku menjadi nabi harus memiliki akhlak dan seluruh etika yang terpuji, dari sisi kesempurnaan jiwa harus orang yang paling utama, tinggi dan sempurna, dan terbebaskan dari segala karakterisitik yang tidak terpuji. Semua itu telah dimiliki oleh Rasulullah saw. Musuh dan teman memuji beliau karena akhlaknya, memberitakan sifat-sifat sempurna dan kelakuan terpujinya dan membebaskannya dari setiap karakterisitik yang buruk.

Kesimpulannya, akhlak beliau yang mulia, tata krama beliau yang terpuji, perubahan dan revolusi yang beliau cetuskan di seanterao dunia, khususnya di Hijaz dan jazirah Arab, dan sabda-sabda beliau yang mulia berkenaan dengan tauhid, sifat-sifat Allah, hukum halal dan haram, serta nasihat-nasihat beliau telah membuktikan kelayakan beliau untuk menduduki kursi kenabian, dan setiap orang yang insaf tidak akan meragukan semua itu.
Mukjizat

Mukjizat dapat disimpulkan dalam lima hal:

1. Mukjizat akhlak.
2. Mukjizat ilmiah.
3. Mukjizat amaliah.
4. Mukjizat maknawiyah.
5. Mukjizat keturunan.

Mukjizat Akhlak

Sejak masa muda, Nabi Muhammad saw telah dikenal dengan kejujuran, amanat, kesabaran, ketegaran, dan kedermawanan. Dalam kesabaran dan kerendahan diri beliau tidak memiliki sekutu dan dalam kemanisan etika beliau tak tertandingi. “Sesungguhnya engkau berada di puncak akhlak yang agung.” Dalam memaafkan, beliau tak ada taranya. Ketika mendapatkan gangguan dan cemoohan masyarakatnya, beliau hanya berkataاَللّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”Beliau selalu mengharapkan kebaikan seluruh umat manusia, penyayang dan belas-kasih terhadap mereka. “Ia belas-kasih dan pengasih terhadap Mukminin.”

Beliau tidak pernah menyembunyikan keceriaan wajah terhadap para sahabat dan selalu mencari berita tentang kondisi mereka. Beliau selalu memberikan tempat khusus kepada orang-orang baik di sisi beliau. Orang yang paling utama di sisi beliau adalah orang yang dikenal dengan kebajikanya terhadap Muslimin dan orang yang termulia adalah orang yang lebih bertindak toleran dan tolong-menolong terhadap umat Islam. Beliau tida pernah duduk dan bangun (dari duduk) kecuali dengan menyebut nama Allah dan mayoritasnya, beliau duduk menghadap ke arah Kiblat. Beliau tidak pernah menentukan tempat duduk khusus bagi dirinya. Beliau memperlakukan masyarakat sedemikian rupa sehingga mereka merasa dirinya adalah orang termulia di sisi beliau. Beliau tidak banyak berbiacara dan tidak pernah memotong pembicaraan seseorang kecuali ia berbicara kebatilan. Beliau tidak pernah mencela dan mencerca seseorang. Beliau tidak pernah mencari-cari kesalahan orang lain. Budi pelerti beliau yang menyeluruh telah meliputi seluruh umat manusia. Beliau selalu sabar menghadapi perangai buruk bangsa Arab dan orang-orang yang asing bagi beliau. Beliau selalu duduk di atas tanah dan duduk bersama orang-orang miskin serta makan bersama mereka. Dalam makan dan berpakaian, beliau tidak pernah melebihi rakyat biasa. Setiap berjumpa dengan seseorang, beliau selalu memulai mengucapkan salam dan berjabat tangan dengannya. Beliau tidak pernah mengizinkan siapa pun berdiri (untuk menghormati)nya. Beliau selalu menghormati orang-orang berilmu dan berakhlak mulia. Dibandingkan dengan yang lain, beliau lebih bijaksana, sabar, adil, berani dan pengasih. Beliau selalu menghormati orang-orang tua, menyayangi anak-anak kecil dan membantu orang-orang yang terlantar. Sebisa mungkin, beliau tidak pernah makan sendirian. Ketika beliau meninggal dunia, beliau tidak meninggalkan sekeping Dinar dan Dirham pun.

Keberanian beliau sangat terkenal sehingga Imam Ali as pernah berkata: “Ketika perang mulai memanas, kami berlindung kepada beliau.”

Rasa memaafkan beliau sangat besar. Ketika berhasil membebaskan Makkah, beliau memegang pintu Ka’bah seraya bersabda (kepada musyrikin Makkah): “Apa yang kalian katakan dan sangka sekarang?” Mereka menjawab: “Kami mengatakan dan menyangka kebaikan (terhadapmu). Engkau adalah seorang pemurah dan putra seorang pemurah. Engkau telah berhasil berkuasa terhadap kami. Engkau pasti mampu melakukan apa yang kau inginkan.” Mendengar pengakuan mereka ini, hati beliau tersentuh dan menangis. Ketika penduduk Makkah melihat kejadian itu, mereka pun turut menangis. Setelah itu beliau bersabda: “Aku mengatakan seperti apa yang pernah dikatakan oleh saudaraku Yusuf bahwa ‘Tiada cercaan bagi kalian pada hari ini. Allah akan mengampuni kalian, dan Ia adalah Lebih Pengasih dari para pengasih’.” (QS. Yusuf: 92) Beliau memaafkan seluruh kriminalitas dan kejahatan yang pernah mereka lakukan seraya mengucapkan sabda beliau yang spektakuler: “Pergilah! Kalian bebas.”
Mukjizat Ilmiah

Dengan merujuk kepada buku-buku yang memuat sabda, pidato dan nasihat-nasihat beliau secara panjang lebar, mukjizat ilmiah beliau ini dapat dipahami dengan jelas.
Mukjizat Amaliah

Dapat diakui bahwa seluruh perilaku beliau dari sejak lahir hingga wafat adalah sebuah mukjizat. Dengan sedikit merenungkan kondisi dan karakteristik masyarakat Hijaz, khususnya masyarakat kala itu, kemukjizatan seluruh perilaku beliau akan jelas bagi kita. Beliau bak sebuah bunga yang tumbuh di ladang duri. Beliau tidak hanya tidak terpengaruh oleh karakteristik duri-duri itu, bahkan beliau berhasil merubahnya. Beliau tidak hanya terpengaruh oleh kondisi kehidupan masyarakat kala itu, bahkan beliau berhasil mempengaruhi gaya hidup mereka.

Dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, beliau telah berhasil melakukan empat pekerjaan besar dan fundamental meskipun banyak aral melintang dan problema yang melilit. Masing-masing pekerjaan itu dalam kondisi normal semestinya memerlukan usaha bertahun-tahun untuk dapat tegak berdiri sepanjang masa. Keempat pekerjaan besar itu adalah sebagai berikut:

Pertama, berbeda dengan agama-agama yang sedang berlaku pada masa beliau, beliau mendirikan sebuah agama baru yang bersifat Ilahi. Beliau telah berhasil menciptakan banyak orang beriman kepada agama tersebut sehingga sampai sekarang pun pengaruh spiritual beliau masih kuat tertanam di dalam lubuk hati ratusan juta pengikutnya. Menjadikan seseorang taat adalah sebuah pekerjaan yang mudah. Akan tetapi, menundukkan hati masyarakat, itu pun sebuah masyarakat fanatis dan bodoh tanpa syarat dan menjadikan mereka taat dari lubuk hati bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah.

Kedua, dari kabilah-kabilah berpecah-belah yang selalu saling bermusuhan dan memiliki hobi berperang, beliau berhasil sebuah umat yang satu dan menjalin persaudaraan, persamaan, kebebasan dan kesatun kalimat dalam arti yang sebenarnya di antara mereka. Setelah beberapa tahun berlalu, beliau berhasil membentuk sebuah umat yang bernama umat Muhammad saw. Hingga sekarang umat ini masih eksis dan terus bertambah.

Ketiga, di tengah-tengah kabilah yang berpecah-belah, masing-masing memiliki seorang pemimpin, biasa melakukan pekerjaan secara tersendiri dan tidak pernah memiliki sebuah pemerintahan yang terpusat itu, beliau berhasil membentuk sebuah pemerintahan yang berlandaskan kepada kebebasan dan kemerdekaan yang sempurna. Dari sisi kekuatan dan kemampuan, pemerintahan ini pernah menjadi satu-satunya pemerintahan mutlak di dunia setelah satu abad berlalu.

Beliau pernah menulis enam surat dalam satu hari kepada para raja penguasa masa itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam, raja-raja yang menganggap diri mereka berada di puncak kekuatan dan meremehkan kaum Arab.

Ketika surat beliau sampai ke tangan raja Iran dan melihat nama beliau disebutkan di atas namanya, ia marah seraya memerintahkan para suruhannya untuk pergi ke Madinah dan membawa Muhammad ke hadapannya.

Ya! Para raja itu berpikir bahwa bangsa Arab adalah sebuah bangsa yang tidak akan menunjukkan reaksi apa pun di hadapan pasukan kecil seperti bala tentara Habasyah. Bahkan, mereka akan lari tunggang-langgang meninggalkan Makkah dan kehidupan mereka, serta berlindung ke gunung-gunung. Mereka tidak dapat memahami bahwa bangsa Arab telah memiliki seorang pemimpin Ilahi dan mereka bukanlah bangsa Arab yang dulu lagi.

Keempat, dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, beliau telah menetapkan dan menunjukkan sederetan undang-undang yang mencakup seluruh kebutuhan umat manusia. Undang-undang ini akan tetap kekal hingga hari Kiamat, dan mempraktikkannya dapat mendatangkan kebahagiaan umat manusia. Undang-undang ini tidak akan pernah layu. “Kehalalan Muhammad adalah halal selamanya hingga hari Kiamat dan keharamannya adalah haram selamanya hingga hari Kiamat.”[1] Undang-undang ini akan selamanya hidup kekal. Di hauzah-hauzah ilmiah selalu dibahas dan didiskusikan oleh para fuqaha besar dalam sebuah obyek pembahasan fiqih, Furu’uddin dan kewajiban amaliah.
Mukjizat Ma’nawiyah

Mukjizat abadi beliau adalah al-Quran yang telah turun kepada beliau dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, dan dari sejak saat itu hingga sekarang selalu mendapatkan perhatian dan penelaahan dari berbagai segi oleh seluruh masyarakat dunia. Kitab ini berhasil membangkitkan rasa heran para ilmuan dan sepanjang masa masih memiliki kekokohan dan kedudukannya yang mulia. Kitab ini terselamatkan dari segala bentuk tahrif, pengurangan dan penambahan. Ratusan tafsir dan buku tentang hakikat arti dan kosa katanya telah ditulis. Allah telah menjamin keterjagaannya dalam firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ
“Kami-lah yang telah menurunkan al-Quran ini dan Kami pulalah yang akan menjaganya.”[2]
Mukjizat Keturunan

Salah satu mukjizat beliau yang lain adalah keturunan suci beliau yang terjaga dari dosa. Hanya kedudukan tinggi kenabianlah yang mampu menghaturkan putri-putri dan para imam ma’shum seperti ini kepada masyarakat. Seseorang yang sadar dengan memperhatikan ilmu, kehidupan, ucapan dan perilaku Ahlubait as akan mengakui bahwa setiap dari mereka, sebagaimana al-Quran, adalah dalil tersendiri atas kenabian Rasulullah saw. Seandainya tidak ada dalil lain untuk membuktikan kenabian Rasulullah saw kecuali keberadaan keturunan semacam itu, hal itu sudah mencukupi dan hujjah sudah sempurna. Pembahasan panjang-lebar tentang masalah ini tidak relevan untuk kesempatan pendek ini.

KARAKTER DAN KEUTAMAAN RASULLULLAH SAW

Salah satu karekter rasulullah saw yang paling menonjol adalah kemenangan tidak menjaga kan dia bangga hal ini bisa kita lihat diperang badar dan pembebasan kita makkah(fathu makkah) dan kekalahan tidak membuat dia putus asa dapat kita lihat pristiwa perang uhud bahkan dengan cekatan is mempersiapkan pasukan baru untuk menghadapi hamru"ul asad dan pengingkari perjanjian yang dilakukan kaum yahudi bani quraizah ,dan kewaspadaan beliau,selalu mengedek kekuatan musuh dengan teliti dan mempersiapkan segalanya.

Dia memperlakukan kaum dan pengikutnya dengan tujuan mempererat silaturrahmi dan selalu menamamkan rasa percaya diri dalam mereka is selalu mengasihi anak anak kecil dan mengayomi mereka.berbuat baik dengan fakir miskin dan terhadap hewan dia selalu menanamkan rasa kasih sayang dan melarang untuk menyakiti binatang
Salah satu contoh rasa prikemanusian rasul saw adalah ketika mengutus pasukan untuk berperang dengan musuh dia selalu berpesan tidak boleh menyerang kaum sipil,dia lebih memilih damai terhadap musuh dari pada berperang ketika berperang dia berpesan tidak boleh membunuh lanjut usia anak kecil perempuan dan mengniaya musuh yang sudah tidak berdaya
Ketika kaum quraisi minta suaka politik kepadanya ia tidak memberlakukan baikot ekonomi bahkan ia menyepakati import gandum dari yaman
Ia juga menyerukan realisasikan sebuah perdamaian dunia dan melarang peperanga kecuali hal yang darurat


D. USAHA RASUL SAW DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT &BERPRIKEMANUSIAN

Kedatangan rasul adalah sebuah rahmat bagi manusia semuanya is tidak pernah membedakan seseorang pun baik itu kulit putih atau kulit hitam dan dari suku bangsa mana,karma semua manusia itu makan dari rizki allah yang diberikan allah
Rasul saw mengajak manusia untuk
1:meningkatkan harkat martabat manusia ia bersabda semua manusia berasil dari adam dan ia berasal dari tanah
2: mengajak damai sebelom perang
3: memaafkan sebelom membalas
4: mempermudah seseorang sebelom membalas perbuatan
dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa peperangan yang dilaksanakan bertujuan untuk merealisasikan tujuan tujuan insani yang agung dan menuju kepada tatanan masyarakat yang berprikemanusian

ia telah membuktikan bahwa dirinya adalah sebuah rahmat bagi manusia dan alam semesta peristiwa itu bisa dilihat dari pembebasan kota makkah dangan segala kemenangan yang telah digapai saat itu ia tetap berbuat baik dengan musuh dan enggan untuk membalas dendam padahal ia dapat melaksanakan ia pernah memaafkan mereka dengan sabda"pergilah kalian karma kalian sekarang sudah bebas pada waktu perang dzatur riqa dia berasil menangkap pemimpin gauts bin al harits yang berusaha beberapa kali membunuh beliau akan tetapi tetap dimaafkan

rasul memperlakukan tawanan perang dengan baik ,ia telah membebaskan seorang tawanan perang dengan tangan dia sendiri disaat ia mendengar keluhan rasa sakit tangannya diikat.

RASUL SEBAGAI PANGLIMA PERANG
Kita bisa lihat keberasilan beliau dalam memenangkan peperangan dan menciptakan perdamaian dan mengujudkan manusia yang berakhlak dan memimpin pasukan dengan gagah berani

TATA KRAMA BERGAUL
Beliau tidak pernah sombong dalam pergaulan selalu tersenyum berbuat baik sesame manusia selalu menyenguk orang sakit tidak pernah memotong pembicaraan lawan tidak pernah mengangap dirinya mulia dari teman yang diajak bicara
Masih banyak lagi sipat2 rasul yang kita bisa dapat teladani.. mudah2an kita bisa dapat meniru akhlak rasulullah amin....

mudah mudahan kita berusaha untuk bisa menjadikan nabi muhammad sebagai huswatun hasanah dalam kehidupan kita amin.

MySpaceDunia Informasi Internet
MySpaceDunia Aneh
MySpace Dunia Peternakan
MySpace
Dunia Software

Dunia Abu NawasMySpace
MySpace
Dunia Islam

KH. Achmad Qusyairi

Image
KH. Achmad Qusyairi
Di tengah pekatnya malam, perempuan-perempuan tua yang bergegas ke pasar bagai goresan-goresan pena pada kanfas hitam, membentuk sketsa abstrak nan kabur, yang ditingkahi suara kokok ayam. Air mengalir bening di Kalitakir, meliuk-liuk di antara bongkahan-bongkahan batu sebesar gajah, dan terus mengalir hingga jauh, menembus dada, bergemericik putih di hati, menjelma bengawan nan panjang. Hamparan sawah yang menghijau. Pohon-pohon karet dan coklat yang rimbun. Dan lihatlah banjaran Gunung Raung yang kokoh, laksana raksasa tidur, membujur panjang dari timur ke barat, dalam balutan halimun dini hari.

Sedini itu Glenmore, sebuah desa kecil di kaki Gunung Raung, mulai menggeliat bangun. Para pedagang, laki dan perempuan, sudah menggelar dagangannya di depan pasar dan pinggiran jalan raya. Hawa dingin pegunungan yang menusuk tak menghalangi mereka untuk melakukan transaksi.

Sebentar lagi mereka menyantap sarapan nasi pecel dengan lauk kerupuk dan rempeyek kedelai. Nikmat. Atau dengan sayur lodeh pakis. Mungkin pula menu tradisional lainnya.

Glenmore. Ini bukan nama kota kecil di Belanda. Atau taman nasional seluas 5.000 ha. yang indah di kaki bukit di Cairngorm Mountains, sebuah desa sunyi di Skotlandia (Inggris). Atau tempat-tempat wisata, hotel dan mansion di Amerika Serikat. Bukan pula nama dam di Calgary, Alberta. Tempat-tempat yang menjanjikan keindahan, kenyamanan alam pegunungan serta pedesaan, berikut nikmatnya bermain golf, ski, pendakian dan semacamnya.
Ai, kata glenmore bagi orang-orang bule itu, rupanya, nama yang eksotis. Banyak tempat yang menawarkan keindahan natural dinamai dengan kata tersebut, yang secara harfiyah berarti “lembah kecil yang hebat”.
Tetapi Glenmore yang kita bicarakan ini tidak berada di sono yang jauh itu. Ini adalah nama kota kecil, kota kecamatan, yang terletak sekitar 50 km. sebelah barat kota Banyuwangi. Di sini tidak ada lapangan golf, pacuan kuda, apalagi arena ski. Tetapi banyak turis bule yang belakangan suka datang ke sini karena alamnya masih relatif perawan.

Glenmore memang masih dikepung rimbunnya pohon-pohon karet, coklat, kopi, kelapa dan semacamnya. Pemerintah Hindia Belanda telah menyulap daerah ini menjadi daerah perkebunan. Dan mungkin karena melihat daerahnya yang eksotis, dengan dataran tinggi, ngarai, sungai dan lembah-lembah, mereka menamainya Glenmore.
Di daerah inilah, persisnya di desa Sepanjang Wetan, KH. Achmad Qusyairi menghabiskan masa-masa tuanya. Meski sebenarnya beliau lebih lama tinggal di kota Pasuruan (Jawa Timur) dan malah wafat di sana, beliau lebih dikenal sebagai ulama Glenmore lantaran tempat mukim beliau yang terakhir adalah di desa tersebut.

Tentu, mana ada daerah berpenghuni yang diam tak bergerak? Glenmore juga tidak diam seperti diamnya “batu gudang” di Gunung Gending (Gunung Gumiter), yang terletak sekitar 25 km. di sebelah baratnya. Tiga puluh tahun lebih setelah ditinggalkan oleh KH. Achmad Qusyairi, di Glenmore kini telah berdiri tempat-tempat modern semacam hotel (tepatnya wisma), ruko dan minimarket. Gedung-gedung dan rumah-rumah sudah banyak pula yang dipugar dengan arsitektur modern. Mobil dan sepeda motor bukan lagi kendaraan yang langka di rumah-rumah penduduk. Tak sedikit bangunan warisan Belanda banyak yang sudah mengalami renovasi, atau malah pembongkaran.

Meski demikian, pada umumnya Glenmore masih seperti yang dulu. Setidaknya, Glenmore sekarang tidak terlalu bikin pangling bagi orang yang pernah mengunjunginya puluhan tahun lalu. Terutama bila Anda datang ke tempat itu dengan moda kereta api. Stasiunnya masih yang dulu. Tata nilai dan budaya penduduknya relatif masih yang dulu, meski ada nilai-nilai baru dari luar yang mulai merasuk, khususnya pada generasi muda. Di samping itu, mereka masih mengenang nama Kiai Achmad Qusyairi sebagai figur ulama mereka, yang mereka kenal sebagai Kiai Achmad, Kiai Sepoh (dalam bahasa Madura) atau Kiai Sepuh (dalam bahasa Jawa).

Kisah Lailatul Qadar

Kiai Ahmad Qusyairi sebenarnya datang dari jauh. Beliau lahir di Lasem (Sumbergirang) Sabtu Pon 11 Sya’ban 1311 H atau 17 Pebruari 1894 M. Beliau adalah putra keempat dari 23 orang bersaudara. Ayahanda beliau, KH. Muhammad Shiddiq, dikaruniai 23 anak dari tiga orang istri: Nyai Maimunah (Masmunah?), Nyai Zaqiyah (Siti Maryam?) dan Nyai Siti Mardhiyah. Dengan Nyai Maimunah beliau dianugerahi tujuh anak, dengan Nyai Zaqiyah dikaruniai sembilan anak dan dengan Nyai Siti Mardhiyah tujuh anak. Kiai Achmad Qusyairi adalah putra beliau dari istri pertama.

Mengingat keterbatasan sumber, tak banyak yang bisa diungkap dari masa kecil Kiai Achmad. Tetapi yang pasti, sejak usia dini beliau sudah dikirim ke pesantren oleh ayahandanya. Beliau berpindah dari satu pondok ke pondok lainnya. Antara lain, pernah menimba ilmu di Langitan (Tuban), di Kajen (Pati) semasih diasuh Kiai Khozin, dan Semarang (Kiai Umar). Tetapi yang paling fenomenal adalah belajar beliau di Bangkalan, yakni di pondok Syaikhuna KH. Kholil.
Kiai Kholil adalah ulama besar. Seorang waliyullah. Ada yang menyebut, beliau adalah wali kutub. Banyak santri beliau yang menjadi wali dan kiai besar. Kepada beliaulah ayahanda KH. Muhammad Shiddiq menimba ilmu dan amaliyah. Kemudian, setelah berkeluarga, beliau mengirimkan putra-putranya di sana, termasuk Kiai Achmad Qusyairi. Kelak, Kiai Achmad Qusyairi juga menitipkan putra sulung beliau, KH. Ridlwan, untuk mengais ilmu dari barokah dari sang wali kutub.

Menurut KH. Hasan Abdillah Glenmore, Kiai Achmad Qusyairi nyantri kepada Kiai Kholil saat masih remaja (pasca baligh). Suatu kali, di bulan Ramadhan, Kiai Kholil menyuruh para santri supaya tidak tidur di malam hari. Katanya, “Ayo cari Lailatul Qadar.” Maksudnya, mereka disuruh beribadah malam supaya mendapat barokah dari malam yang sangat mulia itu.

Kiai Achmad Qusyairi termasuk di antara santri yang juga mencari Lailatul Qadar. Tetapi beliau salah sangka. Beliau mengira, Lailatul Qadar itu benda kongkret. Malam itu beliau mencarinya ke sana kemari namun hasilnya, tentu saja, nihil. Pulang ke pesantren beliau dilanda kecapekan, lantas tertidur pulas.

Pada dini hari, Kiai Kholil berkeliling pesantren. Tujuanya, untuk mengawasi para santri. Tiba-tiba beliau melihat seberkas cahaya pada tubuh kecil seorang santri. Beliau mendekati sosok kecil itu lantas mengikat ujung sarungnya (dibikin simpul mati), sebagai tanda. Paginya, seusai salat subuh, beliau membuat pengumuman. “Ayo, siapa yang di sarungnya ada tali simpul?”

Tak ada santri yang menjawab. Si empunya simpul pun tak menjawab karena takut. Dia merasa bersalah karena tidur pulas tadi malam, padahal disuruh begadang.

“Kalau tak ada yang mau mengaku, ya sudah!” kata Kiai Kholil dengan nada keras.
Dengan takut-takut seorang santri yang masih kecil mengacungkan jarinya. “Saya,” katanya. Ternyata dia santri bernama Achmad Qusyairi.

Marahkah Kiai Kholil, yang dikenal berperangai keras itu? Tidak. Beliau justru berkata, “Mulai sekarang para santri tak usah mengaji padaku. Cukup kepada Achmad Qusyairi.”

Kita tidak tahu persis (para sumber kita juga tidak tahu) apakah setelah kejadian itu beliau langsung pulang. Tetapi kami menduga beliau tidak langsung pulang. Beliau masih terus menimba ilmu hingga beberapa tahun.

Menikah

Ketika Kiai Achmad masih kecil, ayahanda beliau berpindah ke Jember. Konon, kepindahan itu dikarenakan isyarat dari Rasulullah s.a.w. melalui mimpi. Mimpi itu mengisyaratkan supaya beliau berpindah ke timur untuk berdakwah. Jember pun menjadi pilihan karena itulah yang diperintahkan oleh KH. Kholil Bangkalan, guru beliau. “Kiai Shiddiq jembar,” katanya saat santrinya itu singgah dalam perjalanan ke timur.

Kebetulan Jember saat itu merupakan daerah gersang dari sisi dakwah. Penduduknya masih banyak yang tidak beragama atau beragama Hindu-Budha. (baca: “Biografi Mbah Shiddiq” oleh Afton Ilman)
Di kota ini ada seorang saudagar kaya bernama H. Alwi. Dia memiliki lima buah pabrik selep beras dan 35 rumah besar. Dia sangat akrab dengan Kiai Shiddiq. Bahkan, tanah tempat berdirinya pesantren serta rumah Kiai Shiddiq di Talangsari adalah hasil waqaf dari H. Alwi.

H. Alwi rupanya menyimpan kesan mendalam kepada pemuda Achmad Qusyairi, putra kiai yang dikaguminya itu. Begitu terkesannya sehingga dia menuruti apa yang dikatakan oleh pemuda itu. Misalnya, seperti dituturkan Kiai Hasan Abdillah, pemuda Achmad Qusyairi menyarankan kepada H. Alwi supaya mengeluarkan zakat mal untuk hartanya yang berlimpah itu. “Ini harus dizakati,” katanya. “Baik,” jawab si saudagar.

H. Alwi tidak hanya mengamini, tapi juga menyerahkan soal perhitungan zakatnya kepada Kiai Achmad, dan Kiai Achmad menjalankan tugas itu dengan baik setiap tahunnya.

Alhasil, keduanya sudah seperti anggota keluarga. Seperti bapak dan anak. Guna lebih melanggengkan hubungan keluarga tersebut, H. Alwi meminang pemuda Achmad Qusyairi untuk menjadi menantunya.
Tetapi manusia hanya bisa berencana, dan Allah yang menentukan. Pemuda Achmad Qusyairi urung jadi menantu H. Alwi karena dijodohkan ayahandanya dengan putri KH. Yasin bin Rois Pasuruan. Bagaimana ceritanya?
Begini. Kiai Shiddiq, abah beliau, telah menjalin hubungan pertemanan dengan Habib Alwi bin Segaf As-Segaf Pasuruan melalui hubungan dagang. Keduanya memang sama-sama pedagang, tapi juga sama-sama wali. Dari Habib Alwi, Kiai Shiddiq mengenal Kiai Yasin bin Rois, seorang kiai besar pengasuh Pesantren Salafiyah yang terletak di desa Kebonsari, Pasuruan. Suatu kali, ketika Kiai Shiddiq bersama pemuda Achmad Qusyairi mengunjungi Habib Alwi, sang Habib menawarkan untuk menjodohkan putra Kiai Shiddiq itu dengan putri Kiai Yasin. Kiai Shiddiq menyatakan setuju. Kiai Yasin juga sepakat. Singkat cerita, pemuda Achmad Qusyairi dinikahkan dengan Fatmah binti Kiai Yasin bin Rais.

Akan halnya H. Alwi, tentu saja dia merasa kaget. Dia lalu menuntut kepada Kiai Achmad supaya mencarikan ganti beliau. Kiai Achmad menawarkan iparnya, Kiai Muhammad bin Yasin. H. Alwi merasa cocok, begitu pula di pihak pria. Maka dilangsungkanlah pernikahan antara Kiai Muhammad dan putri H. Alwi.

Malu

Kiai Achmad menikah dalam usia 19-20 tahun. Beliau merasa malu karena istri beliau, yang usianya lebih tua satu tahun, sudah hafal seluruh Al-Quran. Selama ini Kiai Achmad memang tidak pernah menghafalkan Al-Quran. Waktunya habis untuk menimba dan menimba ilmu.

Rasa malu tadi melecut beliau. Setahun setelah pernikahan, beliau berangkat ke kota suci Mekah guna menghafalkan Al-Quran di sana. Alhamdulillah, dalam waktu tiga bulan beliau berhasil menghafalkan 30 juz Al-Quran.
Pulang ke Indonesia, beberapa kali beliau kembali ke Mekah untuk beribadah haji dan menimba ilmu. Suatu kali, beliau sedang berada di Mekah. Tiba-tiba Perang Dunia I meletus. Beliau tidak bisa pulang. Apa boleh buat. Beliau pun bermukim di tanah suci itu selama lima tahun. Di sana beliau menjalin hubungan dengan Syekh. Lima tahun kemudian, sepulang dari sana, beliau menjadi badal (wakil atau agen) dari syekh tersebut.

Syekh adalah julukan bagi orang-orang yang bertindak sebagai host atau rumah bagi para jamaah haji. Mereka mengorganisasikan perjalanan ibadah haji para jamaah selama di tanah suci, sejak kedatangan hingga kepulangan mereka serta menyediakan akomodasi dan berbagai fasilitas yang diperlukan. Para syekh itu memiliki wakil atau agen di Indonesia, yang disebut Badal Syekh. Peran Badal Syekh ini mirip dengan yang dijalankan KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) sekarang: dari mencari jamaah, mendaftarkan mereka di Jakarta (segala dokumen haji kala itu harus diurus di kantor pusat di ibukota), dan mengurus keberangkatan mereka.

Lebih kurang, itulah pula yang dilakukan oleh Kiai Achmad. Para calon jamaah haji mendaftar kepada beliau, lalu beliau mengurus segala keperluan mereka dan mengantar mereka hingga ke kapal. Para calon jamaah haji itu, yang datang dari berbagai desa di kota dan kabupaten Pasuruan, berkumpul di Pesantren Salafiyah. Dari sana mereka naik dokar ke Pelabuhan Pasuruan. Karena kapal yang mengangkut mereka tidak bisa sandar di tepian, maka dari pelabuhan mereka diangkut dengan perahu kecil ke tengah laut.

Kiai Achmad biasanya ikut naik pula ke perahu kecil itu, guna memastikan tiada masalah pada para calon jamaah tersebut: entah itu soal tiket ataupun soal berbagai dokumen perjalanan. Terkadang, menurut Kiai Hasan Abdillah, beliau tidak hanya mengantar sampai ke kapal, tapi juga sampai ke Mekah. Pasalnya, kapten kapal yang terkesan oleh penampilan dan bahasa Belanda beliau, lalu mengajak beliau untuk ikut ke Jeddah, tanpa paspor.

Di samping menjadi Badal Syekh, beliau juga membuka usaha di bidang peralatan dokar. Tepatnya, beliau menjual suku cadang dan peralatan dokar. Adapun tokonya terletak di selatan Masjid Agung Pasuruan, dan diberi nama “Pasoeroeansche Dokar Handel”.

Beliau juga mengajar. Cukup banyak pengajian yang beliau gelar, baik di lingkungan pondok Pesantren Salafiyah maupun di luarnya. Entah itu di kota Pasuruan maupun di luar kota, seperti di desa Winongan (Kabupaten Pasuruan) dan kota Gresik.

Selama di Pasuruan beliau tinggal di lingkungan pondok pesantren Salafiyah. Tepatnya di sayap kiri rumah mertua beliau, Kiai Yasin. Adalah Kiai Yasin yang menyuruh beliau supaya membangun “sayap” tersebut, yang menempel di rumah sang mertua. Kemudian pada dasawarsa 1930-an, beliau membangun rumah di sebelah kanan rumah Kiai Yasin, yakni rumah yang kelak ditempati oleh menantu beliau, KH. Hamid.

Menurut KH. Hasan Abdillah, Kiai Achmad merupakan menantu yang disayang oleh Kiai Yasin. Maklum, antara keduanya ada kesamaan prinsip. Beliau tidak hanya disuruh membangun rumah yang menempel pada rumah Kiai Yasin, tapi juga dipercaya untuk mengajar di pondok. Peran sebagai pengajar dan pengurus pondok terus beliau pegang sepeninggal mertua beliau dan tongkat estafeta kepengasuhan pondok berpindah ke KH. Muhammad bin Yasin, putra Kiai Yasin.

Tetapi beliau tidak hanya mengajar di lingkungan pesantren. Beliau juga mengajar di tempat-tempat lain, seperti di Winongan (Kabupaten Pasuruan), Gresik, Madura dan lain-lain. Belakangan, seperti dituturkan KH. Abdur Rohman Ahmad, beliau tidak mengajar lagi di Gresik, tetapi orang-orang Gresik yang datang ke Pesantren Salafiyah Pasuruan untuk mengikuti pengajian beliau.

Dicalonkan Jadi Bupati

Sekitar tahun 1945-1946 beliau berpindah tempat tinggal: dari Pasuruan ke Kabupaten Jember. Tepatnya di Jatian, sebuah desa pedalaman, sekitar 15 km. sebelah timur kota Jember. Mengapa berhijrah?

Ada dua versi. Versi pertama diungkapkan oleh Kiai Hasan Abdillah. Katanya, Kiai Achmad berhijrah karena enggan dicalonkan menjadi bupati Pasuruan. Kala itu para kiai se-Pasuruan yang berkumpul di Masjid Agung Pasuruan sepakat menunjuk Kiai Achmad sebagai calon bupati.

Versi kedua diungkapkan oleh Ibu Nyai Hajjah Zainab, istri Kiai Achmad. Kepada al-faqir Nyai Zainab mengutip kata-kata Kiai Achmad bahwa beliau berpindah ke Jatian karena dikejar-kejar oleh Belanda. “Jatian itu kan desa pelosok, jadi cocok untuk tempat sembunyi,” ujar Nyai Zainab.

Tentang pencalonan Kiai Achmad sebagai bupati, ada pula kesaksian dari KH. Abdur Rahman Ahmad. “Aku juga mendengar waktu itu Abah dicalonkan di masjid karena Abah masih keturunan Mbah Surga Surgi,” ucapnya.
Kiai Abdur Rahman saat itu masih menjadi seorang pemuda tanggung berusia sekitar 14-15 tahun. Kalau Kiai Abdur Rahman yang masih muda mendengar kabar tersebut, berarti kabar itu sudah menjadi pembicaraan umum. Dan karena sudah menjadi konsumsi umum, sangat wajar bila ada tambahan bumbu-bumbu, seperti bumbu bahwa Kiai Achmad adalah keturunan Mbah Surga Surgi (trah ningrat yang menurunkan para bupati Pasuruan), padahal tidak.

Sayang, alfaqir tidak mendapatkan data tertulis mengenai pencalonan tadi. Pertama, karena pencalonan itu merupakan keputusan ulama, bukan sesuatu yang diputuskan instansi formal. Kami menduga, para ulama kala itu belum memiliki tradisi mengarsipkan hasil-hasil rapat mereka. Kedua, kondisi saat itu begitu kacau, sehingga kalaupun ada, dokumen itu bisa jadi hilang.

Toh sejarawan Pasuruan dari P3GI, yang juga penulis buku “Hari Jadi Kota Pasuruan”, Untung Sutjahjo, tidak menepis kemungkinan adanya rapat demikian. Berikut ini kutipan kata-katanya kepada alfaqir:

“Adanya rapat untuk mengajukan seorang calon adipati sangat mungkin terjadi. Lebih-lebih, hubungan umaro-ulama sangat erat kala itu. Masjidnya adalah masjid Kiai Kanjeng. Masjid Agung adalah tempat membahas pula persoalan pemerintahan tertentu. Tetapi saya menduga, rapat itu diadakan secara sembunyi-sembunyi. Sebab, kondisi Pasuruan (dan di kota-kota lain) pada 1945 kacau sekali. Tidak aman. Belanda, pasca-terusirnya Jepang, sangat ketat mengawasi setiap gerakan atau perkumpulan. Karena itu, rapat mungkin diadakan sembunyi-sembunyi. Dan karena diadakan secara sembunyi-sembunyi, sangat boleh jadi dokumennya tidak ada. Pencalonan itu mungkin saja membuat marah Belanda. Jadi, sangat pantas kalau KH. Ahmad Qusyairi dicari oleh Belanda.”
(Dalam catatan sejarah, Adipati R. Rumenggung Ario memerintah mulai 1936 hingga 1945. Selanjutnya, tampuk kepemimpinan berpindah kepada Adipati R. Soedjono. Berarti pada 1945 memang terjadi suksesi kepemimpinan, entah karena desakan rakyat ataukah karena masa baktinya telah berakhir.

Tetapi kalau kita perhatikan, masa bakti para adipati tidak sama. Kepemimpinan R. Tumenggun, misalnya, berlangsung selama 9 tahun, sedang adipati sebelumnya, R.A.A. Harsono, hanya memerintah selama tiga tahun.)
Mengenai seberapa kacaunya Pasuruan (dan kota-kota lain) pada saat itu, hal itu bisa kita simak pada penuturan Soetjipto, seorang veteran perang yang tinggal di Jalan Mawar Pasuruan. Dia lahir tanggal 2 Pebruari 1925:

“Saya dulu sekolah di HIS Bangilan, dekat alun-alun kota Pasuruan. Lalu meneruskan di MILO Probolinggo. Karena di Pasuruan tidak ada MILO. Baru lima bulan sekolah, pecah perang.

Pada saat proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, kita tidak tahu menahu. Baru setelah itu ada pemberitahuan. Lalu pemerintah membentuk tentara. Saya ikut. Saya menjadi kepala.

Pada saat itu, khususnya ketika Belanda hendak mendarat di Surabaya, orang-orang tergerak untuk menjadi tentara. Terbentuklah pasukan-pasukan. Ada tentara reguler (TNI). Ada pula tentara nonreguler. Tentara kedua ini terbentuk begitu saja. Tidak teratur. Saya pernah mendengar (mungkin salah mungkin benar), KH. Ahmad Qusyairi memimpin pasukan. Namun, jangan bayangkan pasukan itu ada barisannya. Itu tidak teratur. Kalau ada serangan, pemimpin itulah yang mengkomando.

Tetapi saya tidak pernah bertemu dengan beliau. Wong saya golongannya lain. (Beliau golongan santri, Soetjipto bukan santri, sehingga bukan satu komunitas.) Orang-orang berangkat sendiri-sendiri ke Surabaya. Tanpa komando, tanpa koordinasi. Dari Pasuruan, Jember, Probolinggo, Malang, Mojokerto dan lain-lain. Banyak dari mereka yang mati. Mereka adalah orang-orang yang berani mati.

Dalam pasukan itu ada dua macam. Orang bodoh tapi berani nyerang dengan segala risiko. Ada yang pintar, tidak berani nyerang. Mereka memakai perhitungan. Pada saat Jepang datang, orang Belanda sudah habis di pasuruan. Gemente dikuasai. Pabrik-pabrik gula dikuasai semua oleh orang Jawa. Tapi mereka tidak tahu caranya memenej yang benar.

Pada pascaproklamasi, orang-orang berangkat ke Surabaya. Yakni untuk membendung Belanda yang hendak kembali. Terus terang, kita kalah terus. Kita terus mundur. Kita terdesak ke Sidoarjo. Lalu terdesak lagi ke Porong. Lalu ke Pandaan. Terjadi pertempuran hebat. Kita terus mundur, hingga Belanda berhasil masuk ke Malang. Kami pernah ke Purwodadi untuk menyerang Belanda, dan dengan tujuan memutus kabel telpon Malang-Surabaya. Tapi keburu diserang lewat udara. Dibombardir pesawat. Rupanya ada mata-mata.

Pada akhirnya Pasuruan juga dikuasai Belanda. Banyak Belanda di sini. Pasuruan dikuasai oleh KNIL. Sebenarnya juga banyak cecunguk-cecunguk Belanda. Mereka orang Jawa tapi hatinya Belanda. Mereka merasa enak di bawah Belanda.

Nah, kalau pada siang hari Pasuruan dikuasai KNIL, malam hari dikuasai pribumi. Tentara gerilya. Hampir semua orang bergerilya. Ada Belanda lewat diserang, dibunuh. Ada cecunguk Belanda, dibunuh. Pernah ada Pak Carik, hendak membeli kambing. Ketemu teman-teman, dia digeledah, ditemukan korek api dengan bendera merah-putih-hijau, langsung dia dibunuh. Ada Pak Lurah, punya kambing 12 ekor. Tiga ekor diambil, disembelih, kepalanya dikasihkan ke saya. Kondisinya memang kacau.

Nah, pada malam hari itu kita bergerilya. Kita serang kantor polisi. Sebab, banyak polisi yang hatinya Belanda, meski orang Jawa. Kita serang kantor-kantor lain. Bahkan juga kepala desa atau aparat lain yang dianggap antek Belanda. Terkadang kita membakar.

Kalau Kiai Ahmad Qusyairi dicalonkan menjadi bupati, itu bisa saja terjadi. Sebab, waktu itu kita memang hendak menguasai semua. Kita tidak bisa berperang. Senjata kita juga apa adanya. Ada pula senjata api, tapi tidak banyak. Kita bikin pasukan maling untuk mencuri senjata milik Belanda.”

Yang hendak dikatakan ialah, pada saat itu terjadi kekacauan yang luar biasa. Di samping itu, ketika orang-orang mengetahui adanya proklamasi kemerdekaan, dan mereka melihat orang-orang Jepang berkemas, bukan mustahil Pasuruan juga mengalami eforia sebagaimana yang meluas di berbagai daerah. Yakni eforia yang, sebagaimana kita saksikan pada saat munculnya fajar reformasi dulu, memicu suatu semangat untuk menjebol segala yang ada dan menggantinya dengan yang baru sama sekali. Seperti dilaporkan di sejumlah daerah (seperti di Tegal), orang-orang beramai-ramai mendongkel penguasa lama yang dianggap berbau penjajah (meski dia sendiri orang pribumi) dan menggantinya dengan orang baru. Pasuruan mungkin saja mengalami hal serupa.

Pertanyaannya, mengapa Kiai Achmad Qusyairi? Tampaknya beliau dipandang memiliki dua macam kompetensi sekaligus: ahli ilmu agama dan sekaligus mumpuni di bidang umum. Paling tidak, mereka menilainya dari kemampuan beliau berkomunikasi dengan bahasa Belanda dan Jepang. Beliau juga cukup fasih berbahasa Indonesia. Beliau sudah akrab dengan cara-cara yang cukup modern dipandang dari ukuran saat itu. Misalnya, berkomunikasi lisan dan tulis (lewat surat) dengan kapten kapal (yang semuanya orang Belanda tulen), para pejabat pemerintahan kolonial dan lain-lain. Beliau juga piawai menyusun untaian kata-kata indah dalam bentuk buku, risalah (karangan singkat) dan surat undangan -- termasuk dalam bahasa Indonesia. Bahkan, di zaman “sedini” itu, beliau sudah memiliki kartu pos khusus dengan kop usaha atau toko peralatan dokar beliau. Tak kalah pentingnya ialah, beliau sudah biasa mengurus pemberangkatan haji, yang tidak hanya memerlukan keahlian khusus di bidang manajemen dan administrasi, tetapi juga juga mobilitas yang tinggi serta kemampuan lobi serta kedekatan dengan pejabat-pejabat pusat. Makanya, tidak heran jika beliau pernah diminta oleh Jepang untuk menjadi penghulu, tetapi beliau menolak.
Bisa saja pencalonan itu membuat marah orang-orang Belanda. Itulah sebabnya, beliau termasuk orang yang dicari-cari oleh Belanda.

Dengan demikian, kedua faktor tadi sama benarnya untuk menjelaskan kepindahan beliau dari Pasuruan ke Jatian. Walaupun demikian, seperti dikatakan oleh Kiai Hasan Abdillah, beliau menolak menjadi bupati karena beliau adalah orang yang tidak mengagulkan jabatan, bukan karena takut Belanda.

Dan itu, kami kira, benar. Sebab, sebelumnya beliau telah menolak tawaran jabatan penghulu dari Jepang. Beliau juga menolak tawaran duduk di jajajaran pengurus NU karena merasa diri tidak pantas.

Hijrah Lagi

Selama tinggal di Jatian, beliau menggelar pengajian. Pengajian ini diikuti baik oleh orang-orang Jatian maupun dari luar. Di antara orang luar Jatian yang rajin mengikuti pengajian beliau ialah H. Abdul Azhim dan H. Sholeh, keduanya berasal dari Glenmore, Banyuwangi.

Mereka di Glenmore terbilang saudagar kaya. Waktu itu Glenmore adalah daerah yang gersang dari segi siraman rohani. Daerah yang keras karena di sana banyak preman. Kemaksiatan merajalela, termasuk yang biasa disebut sebagai Mo Limo (5-M): madat (mabuk-mabukan), madon (zina), main (judi), maling (mencuri), mateni (membunuh). Sementara itu, jumlah guru agamanya tidak banyak. Ada seorang guru agama di sana yang konon masih suka bermain sabung ayam.

Itulah, maka H. Abdul Azhim dan H. Sholeh berinisiatif untuk menawari Kiai Achmad pindah ke Glenmore. Ternyata gayung bersambut. Beliau mengiyakan tawaran tersebut. Satu setengah tahun setelah bermukim di Jatian, beliau melakukan hijrah lagi, yaitu ke Glenmore.

Mula-mula beliau tinggal di rumah H. Abdul Azhim yang terletak di sebelah barat pasar. Lalu beliau membeli rumah di timur pasar. Tak lama kemudian rumah itu dijual, dan hasil penjualannya dipakai membeli rumah di Kalibaru.
Beliau sendiri menempati rumah pemberian H. Mustahal, yang terletak sekitar 200 meter sebelah selatan rumah yang dijual tadi. Rumah ini menjadi tempat tinggal permanen beliau hingga akhir hayat beliau.

Akan halnya keberadaan beliau di Glenmore, sungguh tak mudah. Setelah melewati masa “bulan madu”, mulailah beliau menapak jalan menanjak. Beliau difitnah. Seperti dituturkan oleh Abdusy Syakur (70 tahun), warga Magelenan, Glenmore, suatu kali Pak Syarqowi datang, mengatakan bahwa beliau jadi omongan orang. “Sudah biar saja, orang kalau dibicarakan itu, dosanya habis,” kata beliau. Lalu beliau masuk ke dalam rumah, dan kembali membawa uang. “Ini berikan pada orang-orang yang membicarakan aku. Terima kasih, karena telah menghabiskan dosaku.”

Memang beliau menjadi bahan omongan orang banyak. Dan itu ada provokatornya, kata Kiai Abdillah. Provokator ini menghasut orang. “Jangan ke Kiai Achmad Qusyairi,” katanya di hadapan orang banyak dalam acara tahlilan.
Fitnah itu begitu menghebat hingga Kiai Hasan, yang masih muda kala itu, tidak tahan. Dia sudah mau marah. Dia melaporkan hal itu pada Kiai Hamid, kakak iparnya. “Anu Lah, wong Glenmore iku gak nyucuk karo ilmune Abah (Orang-orang Glenmore tidak dapat menjangkau ilmu KH. Achmad),” kata Kiai Hamid kepada Kiai Abdillah. Beliau juga menyarankan supaya Kiai Achmad kembali ke Pasuruan.

Kiai Abdillah juga membatin, “Biar Abah ke Pasuruan saja, orang-orang aku yang hadapi.” Tetapi beliau bersikukup tetap tinggal di Glenmore. “Biar saja aku difitnah. Aku lebih suka dicela orang daripada dipuji,” ujar beliau.
Di tengah terpaan badai yang hebat itu, beliau tetap bertahan. Beliau mengemong masyarakat. Sedikit demi sedikit beliau memperbaiki keadaan. Beliau mendirikan musalla di utara rumah beliau (1948). Di musalla ini dan di rumah beliau, beliau menggelar pengajian. Para ustaz dan kiai di Glenmore mengaji pada beliau. Orang-orang awam juga. Ada yang dari Glenmore, ada pula dari luar Glenmore.

Tetapi, tentu saja, tidak hanya lewat pengajian beliau mengemong dan mendidik masyarakat, tapi juga lewat keteladanan dan nasihat-nasihat. Terkadang beliau marah. Seperti marah beliau kepada Cak Arik kala pemuda ini masih bermain layang-layang padahal waktu salat Jumat tinggal beberapa menit lagi.
Glenmore pun, pelan tapi pasti, beringsut. Citranya berubah. Dari desa Mo Limo, desa yang tidak aman dan penuh kerawanan, menjadi desa santri yang damai dan aman. Orang-orang yang dulunya dikenal sebagai perampok, pembunuh, ahli menggoda istri orang – pendeknya para jagoan dan preman – berubah penampilan menjadi santri setia beliau yang alim.

Dan dengan sendirinya pula, fitnah yang pernah merebak hebat, lambat laun mereda. Omongan-omongan miring mengenai beliau menghilang, dan orang-orang yang dulunya menjadi pemfitnah dan penghasut berubah menjadi para santri yang taat beragama dan bersikap takzhim pada beliau. Ternyata, segala fitnah dan hasutan itu dikarenakan kesalah-pahaman belaka. Sekarang, orang telah mengerti. Berkat kesabaran dan konsistensi beliau dalam menjaga syariat, lambat laun mereka menjadi semakin tahu. Coba, seandainya beliau mundur sebelum berjuang, mungkin Glenmore tidak banyak berubah. Jadi, alangkah besarnya manfaat kesabaran dalam perjuangan. Dan benarlah firman Allah:

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan berkata, “Kami beriman,” sedang mereka tidak diuji?

Wafat

Dalam usia senja beliau, sekitar tahun 1970, berkali-kali beliau mengatakan ingin wafat di tanah suci Mekah. Hal itu beliau ucapkan dalam banyak kesempatan di hadapan orang banyak. Kebetulan ketika hendak berangkat menunaikan ibadah haji pada 1971 beliau dilanda sakit.

Maka dari itulah, ketika beliau berangkat ke tanah suci dengan menumpang kapal laut, banyak orang yang waswas. Walaupun beliau sempat dinyatakan sehat oleh dokter pada hari-hari menjelang keberangkatan, sesampai di Mekah beliau menderita sakit keras. Begitu parahnya sehingga beliau hanya tergolek di tempat tidur. Ibu Nyai Zainab, yang menyertai beliau, dengan teladen meladeni segala kebutuhan beliau. Termasuk, maaf, menceboki beliau karena beliau benar-benar tidak bisa bangun dari pembaringan. Tak heran jika sempat terbetik perasaan khawatir di hati Ibu Nyai tersebut, “Bagaimana kalau aku ditinggal sendirian di sini?” Betapa beratnya bagi Bu Nyai yang tak pernah keluar dari rumah itu berada dan pulang sendirian dari negeri orang.

Alhamdulillah, beberapa hari menjelang pulang, Kiai Achmad berangsur sehat. Allah Maha berkehendak. Beliau pun pulang ke tanah air menyertai istri beliau dalam keadaan sehat wal afiat. Para anggota keluarga, handai tolan dan para santri yang sempat khawatir merasa lega.

Tetapi beliau tidak lama menyertai beliau. Pada tahun berikutnya di bulan Syawal, saat berada di Gresik, beliau jatuh di kamar mandi. Ternyata kejatuhan itu membawa pengaruh yang besar pada kesehatan beliau. Beliau langsung jatuh sakit dan tidak bisa bangun dari pembaringan.

Beliau kemudian dibawa ke Pasuruan, dan menempati rumah Kiai Hamid, yakni rumah yang dulu beliau tinggali. Seminggu berada di sana, beliau dilanda koma. Dan pada tanggal 22 Syawal 1392 H. bertepatan dengan 28 November 1972 M beliau menghembuskan nafas terakhir dalam usia 81 tahun, meninggalkan 15 putra dan putrid, sejumlah cucu dan dua orang istri: Ibu Nyai Hajjah Halimah dan Ibu Nyai Hajjah Zainab. Dengan diantar ribuan pelayat, beliau dikebumikan di kompleks pemakaman di belakang Masjid Agung Al-Anwar Pasuruan.

Beliau pun menjadi yang terakhir dari tiga serangkai yang wafat dalam waktu tiga bulan berturut-turut. Yang pertama adalah KH. Achmad Sahal Pasuruan pada bulan Sya’ban, lalu KH. Ma’shum Lasem pada bulan Ramadhan, dan beliau sendiri wafat pada bulan Syawal.

Hamid Ahmad, putra terakhir dari KH. Achmad Qusyairi b. Shiddiq



 
Dunia Islam ◄Design by Pocket, BlogBulk Blogger Templates